LABI-LABI,
Andalkan Pasokan Dari Alam
Etnis China menaruh perhatian lebih kepada air, dari mulai arah makam yang menghadap ke sumber air baik laut maupun danau atau sungai hingga ke binatang air sebagai bahan pangan penting. Sebut saja ikan, kepiting, udang, kodok dan penyu beserta keluarga besarnya termasuk kurakura dan labi-labi atau sebagian orang Indonesia menyebutnya sebagai bulus, semuanya menjadi bahan pangan yang penting.
Yang terakhir, labi-labi semacam kura-kura air tawar, banyak dikonsumsisebagai bahan sup, sate atau masakan lainnya. Sup labi-labi di restoran hotel berbintang lima di Hong Kong harganya dapat mencapai 1 juta rupiah per porsi. Dagingnya di klaim mempunyai khasiat untuk penguat sedangkan minyaknya dipercaya dapat digunakan untuk berbagai keperluan pengobatan utamanya untuk penyakit kulit.
Pemasaran labi-labi mayoritas adalah ke daerah dimana komunitas China banyak berada. Pasar dunia terbesar adalah China dengan Hong Kong berperan sebagai hub untuk wilayah Asia Timur, dan Singapura sebagai hub untuk wilayah lainnya.
Di China sendiri, penangkapan labi-labi di alam sangat dibatasi dan perdagangannya sangat dilindungi dengan mekanisme pencantuman ke dalam appendix CITES. Untuk memenuhi permintaan yang cukup besar, China mengimpor dari berbagai negara termasuk Indonesia.
Eksportir labi-labi di Indonesia umumnya memperoleh pasokan dari alam yang ditangkap di sungai-sungai di Sumatera dan Kalimantan. Meskipun telah ada beberapa eksportir yang mengupayakan penangkaran
(budidaya) dengan induk yang diambil dari alam, tetapi jumlahnya masih relatif sedikit. Kondisi tersebut tentunya memerlukan perhatian agar populasi di alam jangan sampai membahayakan apalagi punah. Teknologi budidaya perlu dipacu perkembangannya untuk memenuhi kebutuhan ini mengingat beberapa jenis labi-labi asli Indonesia masih belum dilindungi.
sebagai gambaran, salah satu eksportir labi-labi dari Banjarmasin adalah UD Menara Mas yang secara rutin mengekspor labi-labi ke Hong Kong sekitar 2,5 ton per bulan.
Ekspor labi-labi dalam kondisi hidup dan dilakukan dalam dua kali pengiriman. Jenis yang banyak diekspor adalah Amyda dan Dogaldia dan pasokannya diperoleh dari Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan sendiri yang diterima perusahaan melalui pedagang pengumpul. Pengiriman dilakukan melalui Jakarta karena kelengkapan dokumen berupa SATS DN - LN (Surat Angkut Tumbuhan / Satwa Liar Dalam Negeri dan Luar Negeri) diperoleh dari Management Authority CITES di kantor pusat Departemen Kehutanan. Saar ini di Banjarmasin terdapat 4 perusahaan eksportir.
Kota lain pengekspor labi-labi adalah Palembang, Medan, dan Jakarta.
Pemasaran labi-labi di dalam negeri sangat terbatas, karena konsumennya relatif sedikit dan restoran China yang menyajikan daging labi-labi juga terbatas. Olahan tradisional bulus oleh masyarakat pulau Jawa, umumnya dagingnya digoreng atau masak sambal goreng, tetapi karena bahannya dari alam sehingga hanya menjadi menu insidental.
Sebaran kura-kura dan labi-labi di Indonesia umumnya dapat ditemukan di hampir seluruh wilayah, namun yang terbanyak adalah di Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Beberapa jenis populasinya telah disinyalir berada dalam tahap mengkhawatirkan sehingga telah masuk ke dalam Appendix CITES, namun yang lainnya belum dimasukkan.
Sumber : Warta Pasar Ikan,
Direktorat Pemasaran Dalam Negeri
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan Indonesia, 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar