"Ayam, Ikan, dan Padi Sama-sama Dapat Makan.."
SEPETAK lahan di Dukuh Gatet, Desa Undaan Kidul, Kecamatan Undaan, Kudus, tepatnya di dekat jembatan Sungai Juwana yang melintasi daerah tersebut, terasa tak ada bedanya dengan hamparan hijau sawah yang mengurungnya. Lahan yang luasnya 0,15 hektare dengan varietas IR 64 yang berusia sebulan, dan diolah dengan sistem Mina Padi itu juga terkesan biasa-biasa saja.
Begitu pula dengan 0,25 hektare lahan di belakang SD 03, dusun setempat, yang ditanami varietas Fatmawati, juga tak jauh berbeda dengan lahan-lahan sawah lain di sekitarnya. Meski jenis yang ditanam sama, dua petak sawah di dua lokasi tersebut mempunyai sistem pengelolaan tanaman yang sangat berbeda dibandingkan dengan yang digunakan petani kebanyakan.
Kelompok Tani Organik Nusa Indah yang memiliki 20 anggota, dan mengelola dua areal persawahan tersebut menjadi satu-satunya kelompok tani di Kudus - bisa dikatakan sebagai perintis- yang menggunakan sistem organik. Pertanian organik, menurut Hadi Sucahyono, Koordinator Petani Pengendali Hama Terpadu Kecamatan Undaan yang turut merintis upaya tersebut, merupakan sistem pengolahan lahan tanpa menggunakan zat kimia buatan di dalamnya.
"Kami merintis pertanian organik sejak September 2004," tandasnya.
Gagasan untuk mengupayakan pertanian organik di Kudus itu merupakan hal baru atau pertama. Upaya itu dimaksudkan untuk menciptakan hasil pertanian yang alami dan minim bahan kimia. Untuk mengatasi jamur, kata dia, tidak perlu memborong sejumlah fungisida yang memang banyak dijual di berbagai toko pertanian.
Serangan jamur, kata dia, dapat diupayakan dengan menyemprotkan biofungi yakni berupa jamur bivera. Untuk serangga, tambahnya, cukup diberikan bioinsek yakni tricoderma dan >metarizium. Adapun dosisnya, untuk serangan jamur dan serangga, menggunakan dua liter biofungi dan dua liter bioinsek tiap hektare.
Atasi Gangguan
Sistem pertanian organik juga mempunyai perlakuan tertentu untuk mengatasi gangguan tikus dan penggerek batang. Serangan hama tikus bisa diminimalkan dengan menanam ketela di atas galengan serta menggunakan sistem kempos dengan belerang. Satu hal lagi, tandasnya, bila hama penggerek menyerang, pihaknya dapat mencegahnya dengan mengembangkan parasit tricoderma dan pembuatan lampu penangkap serangga.
"Selain itu, kami juga menggunakan ekstrak daun mimbo, pepaya, dan sirkaya untuk mengusir hama yang menyerang sawah kami".
Soal hasilnya, pada Januari 2004 lalu, pihaknya mampu memanen 5,5 ton padi organik dari bibit Fatmawati dan IR 64. Meskipun hasil tersebut jauh di bawah hasil panen pertanian anorganik yang mengandalkan pestisida dan bahan kimia (6 - 7 ton per hektare), namun padi yang dihasilkan mempunyai kualitas yang lebih unggul.
"Butir padinya lebih besar, dan setelah dimasak, proses pembusukannya relatif lebih lama dibandingkan dengan produk anorganik lainnya," katanya.
Sementara itu, menurut Budiyono, Ketua Kelompok Tani Organik Nusa Indah, dari segi harga, padi organik mencapai Rp 5.000,-/kg sedang yang anorganik hanya Rp 2.700 per kilogram. Kini pihaknya mengaku tengah melakukan sosialisasi kepada petani di dukuh yang mempunyai 400 hektare sawah. Ia juga menambahkan, untuk dapat seratus persen mengubah pertanian anorganik menjadi organik, dibutuhkan waktu minimal dua tahun.
"Waktu tersebut diperlukan untuk kesiapan lahan, dan memberi pengertian yang mendalam kepada petani lainnya akan keunggulan produk organik," tambahnya.Selain pertanian padi organik, dalam waktu dekat, kelompok tani yang dipimpinnya juga merintis peternakan ayam dan penanaman sayur secara organik. Dengan cara seperti itu, tandasnya, selain mutu produk mengandung lebih sedikit pestisida buatan, pengolahannya tidak harus dilakukan setiap hari. (Anton Wahyu Hartono-15m)
sumber : Suara Merdeka, 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar