Teknologi Budi Daya ikan Baung
Teknologi budi daya baung baru mulai disebarkan secara luas sejak tahun 1990-an, setelah ditemukan teknik pembenihan intensif dengan teknik hypofisasi (kawin suntik) menggunakan hormon hipofisa. Seperti ikan jenis lainnya, secara garis besar budi daya baung dibagi menjadi dua bagian, yaitu kegiatan pembenihan dan kegiatan pembesaran. Saat ini, kegiatan pembenihannya masih terbatas dilakukan oleh pihak pemerintah (lembaga penelitian perikanan dan Balai Benih Ikan tertentu).
Kegiatan pembenihan ini umumnya dilakukan Untuk memproduksi benih baung hingga mencapai ukuran tertentu upaya penyediaan benih yang tepat baik dalam segi jumlah, waktu, maupun kualitas yang baik merupakan faktor utama menjamin kelangsungan usaha pembesaran baung hingga ukuran konsumsi.
Pembenihan
Pemijahan baung dengan cara penyuntikan dapat dilakukan menggunakan kelenjar hypofisa yang berasal dari donor ikan mas. Selain itu, juga dapat menggunakan hormon Human Chorionic Gonadotropin (HCG) dengan nama dagang pregnyl atau ovaprime. Dosisnya sebanyak 0.8 ml per kg induk betina dan 0,5 ml per kg induk jantan.
Penyuntikan Induk betina dilakukan sebanyak dua kali. Penyuntikan pertama dilakukan setengah dosis, dan penyuntikan kedua juga setengah dosis. Ponyuntikan kedua dilakukan 8-10 jam setelah penyuntikan pertama. pada penyuntikan pertama juga dilakukan penyuntikan induk jantan. Penyuntikan induk betina dan jantan dilakukan secara intramuskular ( di dalam otot atau daging)) yang dilakukan persis di belakang pangkal sirip pungung. Induk-induk baung yang telah disuntik dipelihara secara terpisah antara jantan dengan betina. Pemeliharaan dilakukan di bak
tembok yang airnya mengalir atau di dalam happa.
Telur-telur yang telah dibuahi, lalu ditetaskan di dalam corong penetasan. untk menghindari timbulnya jamur pada telur, Maka telur direndam dengan Emolin atau Blitz-ich dengan dosis 0,05 cc per liter air. Zat-zat kimia tersebut dapat dibeli di toko kimia atau apotek. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Setiap kilogram bobot induk betina menghasilkan (fekunditas) 18.730-72.160 butir telur. Sifat fisika dan kimia air yang cocok untuk penetasan telur baung adalah suhu berkisar 25-26° C, pH normal yaitu 6,5, oksigen berkisar 5,76-6,4 mg/l, clan CO2. berkisar 10,7-13,7 mg/l.
Benih-benih atau larva ikan baung yang baru menetas (berumur 1 hari) berukuran 0,5 cm dengan berat 0,7 mg. Larva ini ditampung di dalam happa yang dipasang di bak fibreglass berbentuk bulat. Selanjutnya, larva ini dipelihara di akuarium berukuran 70 x 40 x 40 cm. Setiap akuarium diisi air bersih dan jernih yang telah diaerasi dengan bantuan blower. Setiap akuarium dapat menampung benih baung sebanyak 10 ekor benih per liter air.
Larva yang masih berumur 1 hari belum diberikan pakan tambahan, karena benih tersebut masih mempunyai cadangan pakan berupa yolk sack atau kuning telur. Pada hari kedua dan ketiga benih baru diberi pakan tambahan berupa Moina cyprinacea. Pada hari keempat sampai hari kesepuluh pakan tambahan diganti dengan Artemia yang telah ditetaskan. Pada hari kelima belas, larva dapat diberi pakan alami berupa Daphnia sp. Selanjutnya, larva diberi pakan cacing rambut. Frekuensi pemberian pakan dilakukan 5 Kali per hari,yaitu pada pukul 07.00, 11.00, 15.00, 19.00, dan 23.00.
Larva baung mempunyai kebiasaan menyebar pada malam hari dan hidup berkelompok serta membentuk gumpalan terutama pada Siang hari, sehingga dapat menyebabkan kematian larva yang berada di bagian dalam karena kekurangan oksigen. Karena itu, sistem aerasi harus selalu d1perhatikan agar kandungan oksigen terlarut di dalam air akuarium pomeliharaan larva tetap tinggi. Selain itu, agar kualitas air tetap baik dilakukan penyifonan kotoran yang mengendap di dasar akuarium. penyiponan dilakukan 1 Kali sehari, pada pagi hari sebelum pemberian pakan
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar