Abalon
Abalon merupakan komoditas perikanan bernilai tinggi, khususnya di negara-negara maju di Eropa dan Amerika Utara. Biota laut ini dikonsumsi segar atau kalengan. Di Indonesia, jenis siput ini belum banyak dikenal masyarakat dan pemanfaatannya baru terbatas di daerah-daerah tertentu, khususnya di daerah pesisir.
Daging abalon mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi dengan kandungan protein 71,99%, lemak 3,20%, serat 5,6o%, dan abu 11,11%. Cangkangnya mempunyai nilai estetika yang dapat digunakan untuk perhiasan, pembuatan kancing baju, dan berbagai bentuk barang kerajinan lainnya. Produksi abalon saat ini lebih banyak diperoleh dari tangkapan di alam. Hal tersebut akan nienimbulkan kehawatiran terjadinva penurunan populasi di alam.
A. Sistematika
Famili : Haliotidae
Species Haliolis assinina, Holiotis squammota
Nama dagang : abalone, donkey's ear
Nama lokal : kerang lapar-kenyang, siput mata tujuh
B. Ciri-ciri dan Aspek Biologi
1. Ciri fisik
Abalon mempunyai situ cangkang yang terletak pada bagian atas. Pada. cangkang
tersebut terdapat lubang-lubang dengan jumlah yang sesuai dengan ukuran abalon. Semakin besar ukuran abalon, semakin banyak lubang yang terdapat pada cangkang.
cangkang berbentuk telinga, rata, dan tidak memiliki overculum. Bagian cangkang sebelah dalam berwarna putih mengkilap, seperti perak. Siput ini memiliki mata tujuh.
Abalon banyak bergerak dan berpindah tempat dengan menggunakan satu organ yaitu kaki. Gerakan kaki yang sangat lambat sangat memudahkan predator untuk memangsanya.
2. Pertumbuhan dan perkembangan
H. assinina termasuk salah satu jenis abalon yang berukuran relatif besar. Jenis ini dapat mencapai ukuran 8 - 10cm dengan bobot 30-40 g/ekor dalam waktu pemeliharaan 12-14 bulan.
Abalon tergolong hewan berumah dua atau diocis (betina dan jantan terpisah).
Pembuahan telur dan sperma terjadi di luar tubuh, dimulai dengan keluarnya sperma ke dalam air yang segera diikuti keluarnya telur dari induk betina. Kematangan gonad induk jantan maupun betina berlangsung sepanjang tahun dengan puncak memijah terjadi pada bulan Juli dan Oktober. Telur yang siap dipijahkan berdiameter 100 mµ. Di laboratorium telur yang dipijahkan berdiameter rata-rata 183 mµ.
C. Pemilihan Lokasi Budi Daya
Abalon biasa ditemukan pada daerah yang berkarang yang sekaligus dipergunakan sebagai tempat menempel. Penyebaran abalon sangat terbatas, tidak semua pantai yang berkarang terdapat abalon. Umumnya abalon tidak ditemukan di daerah estuarin.
Lokasi untuk pembesaran abalon adalah perairan karang yang terlindung dari gelombang dan angin yang kuat; abalon membutuhkan media air yang bersih dan jernih. Nilai parameter kualitas air untuk suhu 27-30 derajat celcius, salinitas 29-33 ppt, pH antara 7,6-81 dan DO 3,27-6,28 ppm. Jika akan dipelihara di bak, kualitas airnya harus diusahakan sama seperti di perairan karang.
1). wadah budidaya
Wadah budi daya berupa tangki fiberglass atau bak beton berukuran 3 m X 2 M X 1 m, bentuk segi empat yang berada dalam ruang tertutup (sistem indoor). Sebagai tempat penempelan abalon dipergunakan lembaran plastik tipis bergelombang ukuran 30 cm x 40 cm sebanyak 21 lembar yang dipasang pada posisi tegak lurus menggantung dalam bak pemeliharaan.
Pasilitas pembesaran yang digunakan berupa keranjang plastik berbentuk silinder berukuran tinggi 12 cm, diameter 1o cm, dan bermata jala 0,5 cm. Keranjang plastik tersebut diisi 3o benih abalon berukuran panjang cangkang 18,23-18,34 mm. Ke dalam keranjang dimasukkan lempeng PVC yang dibengkokan sebagai substrat dan pelindung. Keranjang tersebut digantungkan pada rakit yang ditempatkan di perairan teluk
E. Pengelolaan Budi Daya
1. Penyediaan benih
Budi daya abalon telah dilakukan di Eropa, Amerika Serikat, Australia, Cina, dan Taiwan. Di Indonesia, budi dayanya masih dalam bentuk rintisan. Pembenihan abalon dimulai dengan pematangan calon-calon induk berukuran panjang 7-10 cm di dalam tangkifiberglass atau bak semen. Wadah tersebut berukuran 11 ton. Selama dalam proses pematangan, abalon diberi makan berupa rumput laut Gracillaria.
2. Penebaran
Saat ukuran cangkang sudah mencapai panjang 5 mm, abalon dipindahkan ke dalam bak yang lebih besar, yaitu berukuran 1.000 liter. Pada awal proses pembesaran, abalon diberi pakan mikroalga yang menempel pada lembaran plastik. Secara bertahap pakan diganti dengan jenis Gracilaria sp. dan Acantophora sp. Selain itu, diterapkan sistem air mengalir dengan laju pergantian air sebesar 400% per 24 jam.
Pemberian pakan
Abalon merupakan hewan herbivora, yaitu pemakan tumbuh-tumbuhan dan aktif makan pada suasana gelap. Hewan ini menyukai alga merah, alga cina cokelat, dan alga hijau termasuk rumput laut. Selama pemeliharaan yang berlangsung 6 bulan, abalon diberi pakan Gracillaria sp. sebanyak 10% bobot abalon. Angka sintasan (survival rate) antara 90-95,5%. Sementara itu, pertumbuhannya dari bobot awal 1,39 g (18,3 min panjang cangkang) menjadi 8,40 g (32
cangkang) (32,78 mm panjang cangkang).
4. Pembesaran
Pembesaran abalon di Indonesia masih dalam taraf percobaan. Pembesarannya bisa dengan metode tancap (pen-culture) dan metode rakit.
F. Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama merupakan hewan pengganggu dan pemangsa dalam budi daya abalon. Jenis predator dalam budi daya abalon adalah kepiting laut. Upaya pencegahan dengan cara membersihkan hama-hama tersebut dengan cara manual pada periode waktu tertentu.
Kematian massal abalon pernah terjadi di dalam tangki pembesaran yang diatasi dengan penggunaan streptomycin dan neomycin. Adapun patogen yang diduga sebagai penyebab kematian abalon adalah bakteri.
G. Panen
Pemanenan abalon dilakukan tanpa menggunakan alat , tetapi menggunakan tangan setelah tercapai ukuran pasar. Pada daerah terpencil, abalon yang ditangkap nelayan diawetkan dengan cara direbus, kemudian dikeringkan sebelum dijual/diekspor. Untuk saat ini, hasil budi daya abalon dijual dalam bentuk diawet secara didinginkan/dibekukan.
sumber :Penebar Swadaya, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar