Kembangkan Patin Berkualitas Secara Efisien
Warga Amerika Serikat tengah membutuhkan pasokan ikan murah dalam jumlah banyak. Terlebih sejak krisis keuangan merontokkan sendi-sendi
perekonomian Negeri Paman Sam tersebut. Kondisi tak jauh berbeda dialami Eropa. Dengan alasan berhemat, penggemar seafood di UE mulai
meninggalkan konsumsi ikan ikan yang mahal dan
menggantinya dengan yang lebih murah.
Dan salah satu jenis ikan murah yang kini kion mendapat tempat di hati penduduk AS don UE adalah ikan Patin (Pongasius SO Saudara jauh ikan lele yang juga berkumis ini (catfish)
banyak dijumpai di sungai sungai besar di tanah air.
Sayangnya, Indonesia belum
bisa mengambil peluang pasar Patin yang menggoda di kedua negara tersebut. Selain kuantitas don kontinyuitas produksi Patin yang masih rendah, Indonesia belum bisa menghasilkan Patin dengan kualitas prima sebagaimana yang disyaratkon AS dan UE. Justru Vietnam yang berhasil memenuhi kebutuhan permintaan Patin dunia tersebut dengan produksi mencapai lebih dari satu juta ton. Celakanya, Patin Vietnam pun telah membanjiri pasar Indonesia. Sementara pada waktu yang sama, produksi dalam negeri tak lebih dari 50 ribu ton!
Kenyataan pahit inilah yang kemudion mendorong PT Central Pangan Pertiwi (PT CPP)--produsen pakan ikan dan udang yang merupakan anak perusahaan dari PT Central Proteinaprima Tbk.—untuk mengembangkan Patin di Indonesia. Bersama dengan Laka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan AirTawar (LRPTBPAT) Sukamandi Jawa Barat, PT CPP melakukan kerjasama riset dalam budidaya Patin secara intensif di kolam tanah. Atas gawe besarnya ini, tak kurang Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi menyampaikan terima kasihnya
kepada PT CPP dalam panen perdana patin skala industri di LRPTBPAT Sukamandi media Desember 2008. "Terimakasih kepada PT CPP yang telah membantu kami melihat peluang pasar Patin dan dalam usahanya menciptakan lapangan kerja dari budidaya ikan Patin," kata Freddy.
Pada kesempotan itu Pula, General Manager Business Research and Relation, PT CPP, Denny D Indradjaja, menyatakan komitmen PT CPP dalam pengembangan Patin di dalam negeri. "Divisi ikan PT CPP commit untuk mengembangkan budidaya Patin ke masyarakat. Kami akan membantu secara teknis serta menyediakan pakan berkualitas dan sesuai," katanya.
Peluang Besar
menrut Denny, peluang pengembangan Patin di Indonesia sangat besar. Sebab, Patin merupakan jenis ikan pemakan segala dan budidayanya lebih mudah dibandingkan dengan ikan jenis lain. Selain untuk mengisi pasar ekspor, pengembangan budidaya Patin juga akan membantu peningkatan konsumsi ikan di dalam negeri yang masih sangat rendah.
Pasar ekspor, menuntut pasokan Patin dengan kriteria daging berwarna putih, tidak berbau lumpur dan bebas residu antibiotik. Sebelumnya LRPTBPAT telah menyilangkan betina Patin siam (berdaging kuning kemerahan dan pertumbuhan cepat) dengan Patin jambal (daging putih tapi fekunditas/tingkat penetasan telur dan toleransi terhadap lingkungan rendah) yang menghasilkan Patin berdaging putih dengan laju pertumbuhan tinggi. Patin jenis ini dinamai Patin pasupati dan telah dirilis dua tahun lalu.
Namun, pengembangan Patin pasupati terhadang kendala tingkat stres ikan yang masih tinggi. Karena itu kerjasama riset budidaya ini juga mengembangkan jenis Patin siam yang lebih "tahan banting" dengan perlakuan khusus. Yaitu memberikan pakan khusus untuk membuat
daging patin siam yang merah menjadi berwarna putih. Pada riset budidaya itu, PT CPP dan LRPTBPAT sepakat menekankan pada pengelolaan kualitas air baik untuk budidaya ikan patin pasupati dan patin siam.
Denny tak menampik fakta bahwa saat ini Vietnam masih menjadi yang pertama dalam produksi patin dunia. Tapi, lanjutnya, disinyalir kualitas patin Vietnam mulai menurun karena budidaya patin dilakukan di Delta Mekong yang telah mengalami penurunan kualitas. Justru saat ini, FDA—badan pengawasan obat dan makanan Amerika Serikat—meminta budidaya patin dilakukan di kolam supaya lebih terkontrol. Karena itu, kata Denny, Vietnam mulai memindahkan budidaya patin mereka dari sungai ke kolam air deras. Caranya dengan memompa air Sungai Mekong ke pinggir sungai lalu mengendapkannya dan melakukan treatment selama tiga hari dan menjadikannya sebagai kolam air deras di pinggir sungai.
Hargoi Bersaing
Kerjasama PT CPP dan LRPTBPAT di riset budidaya patin ini dilakukan sejak Maret 2008 dan direncanakan sampai Februari 2009. Selain menerapkan pola intensif, budidaya patin juga menerapkan teknik CBIB (Cara Budidayo Ikan yang Baik). Antara lain dengan penggunaan pakan bermutu, tidak menggunakan antibiotik tetapi menggunakan probiotik dan garam.
Ukuran awal benih patin siam 17 gram/ekor, sedangkan benih patin pasupati bobot awalnya 10 gram/ekor. Kolam pemeliharaan seluas 6.000 m2 dengan kedalam air 1,2 m
dan padat tebar 10 ekor/m". Pakan berupa pellet dengan feeding rate sekitar 3% dari biomass ikan dan disesuaikan dengan ukuran dan perkembangan ikan. Pengaturan jumlah pakan setiap periode waktu tertentu dilakukan dengan sampling.
Berdasarkan sampling pada akhir pemeliharaan (bulan ke-8), diperoleh bobot patin siam 1.300 gram/ekor, sedangkan patin pasupati 1 .000 gram/ekor. Produksi patin siam pada panen perdana ini mencapai 65 ton/6000 m2 dan patin pasupati 45 ton/m2. Nilai FCR patin pasupati 1,2 dan patin siam 1,4. Dari sini, Sularto don Evi Tahapari peneliti patin dari LRPTBPAT menyebutkan, biaya produksi untuk menghasilkan sekilo ikan patin siam mencapai Rp 8.960 sedangkan untuk patin pasupati lebih rendah lagi yaitu Rp 8.132 per kilogram. Bila harga jual Rp 10.500 per kg, maka Return on Invesment (ROI) per tahun mencapai 30% pada patin-siam don 40% untuk patin pasupati.
Ikan patin pasupati dan siam yang dihasilkan dari riset ini bisa dijual dengan harga Rp 34.500 per kg. Asumsinya, harga ikan berdaging putih Rp 11 .000/kg dengan rendemen 35%. Ini merupakan harga yang sangat bersaing dengan harga dari (ikan patin dari Vietnam). Rendemen dari mencapai 35%. Harga dasor impor ikan dori dengan spesifikasi kadar air 10%, untuk dori yang berdaging putih berkisar Rp 40 ribu per kg dan dari yang berdaging kemerahan berkisar Rp 37.500 per kg. Dengan mengembangkon model budidaya patin sebagaimana yang dilakukan PT CPP don LRPTBPAT Sukamandi maka pengusaha dalam negeri tak perlu lagi mengimpor dari Vietnam.
Sumber : TROBOS, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar