Kepiting cangkang lunak akan menjadi tren budidaya kepiting di masa depan
seribu satu rintang masih menghadang usaha budidaya kepiting. Tetapi, ini bukan pertanda bisnis kepiting bisnis yang merugi. Sebaliknya, bisnis ini menawarkan berlembar-lembar dolar yang bisa menggemukkan tabungan. Dan usaha budidaya kepiting yang diramal bakal jadi tren masa depan adalah budidaya kepiting soka/lunak (soft shell).
Kepiting soka adalah kepiting yang memiliki cangkang (karapas) lunak. Inilah jawaban atas keengganan sebagian orang mengkonsurnsi kepiting karena harus berjuang mendapatkan daging di bawah kulitnya yang keras. Dengan sedikit perlakuan khusus kulit kepiting bisa dibuat lunak sehingga bisa ikut dimakan.
Permintaan Naik
Usaha ini terbilang masih baru sehingga belum banyak yang menggelutinya. Satu di antara segelintir orang yang mengusahakan kepiting soka adalah Waryoto. Lelaki 45
tahun asal Purwokerto tersebut sejak lebih dari 3 bulan lalu memulai usaha budidaya kepiting soka yang dikerjasamakan dengar pengelola Tambak Pandu Karawang (TPK), Jawa Barat dan seorang pengusaha dari Batam.
Meski baru seumur jagung, namun usaha budidaya kepiting soka Waryoto sudah membuahkan hasil lumayan. Betapa tidak, harga kepiting Waryoto mencapai Rp 60 ribu per kg. Harga ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kepiting soka di Sulawesi Selatan yang berada pada kisaran Rp 40 sampai Rp 42 ribu per, kg. "Biaya produksinya juga mahal, sekitar Rp 20
ribu per kg," kata Waryoto yang mengaku menentukan sendiri harga jual kepitingnya.
Walau demikian, kepiting soka Waryoto selalu habis diborong eksportir. Bahkan mereka terus meningkatkan jumlah permintaannya karena kebutuhan untuk ekspor terus naik. Jika di awal usahanya Waryoto mencari-cari pasar, kini justru dia yang diuber pembeli. Permintaan terbanyak datang dari Amerika Serikat dan Jepang yaitu mencapai 3 ton per bulan. "Tapi saya baru bisa memproduksi sekitar 20 sampai 30 kg per hari," ujar Waryoto. Karena hal ini, bapak dua anak ini mengatakan belum berani menandatangani kontrak dengan eksportir. "Lahan dan pasokan belum pasti."
Lebih Menguntungkan
Prinsip budidaya kepiting soka ala Waryoto sangat sederhana. Yakni dari bahan baku kepiting bakau ukuran 10 - 12 (10 sampai 12 ekor per kg) diadaptasikan dulu selama satu hari, kemudian dipotong kedua capitnya. Demikian pula dengan keenam kaki jalannya juga dipotong dan hanya disisakan satu bagian yang dekat dengan kaki renangnya. Sementara kedua kaki renang tetap dibiarkan utuh. Setelah pemotongan itu lalu dipelihara lagi di tambak (kolam tanah) selama 15 hari atau sampai mengalami ganti kulit (molting). Saat molting inilah, kepiting akan menghasilkan cangkang baru yang lunak dan siap dipanen. Ukuran kepiting akan bertambah sekitar 2 size.
Fungsi pemotongan capit dan kaki
jalan kepiting adalah untuk membuat stres
kepiting sehingga proses moltingnya juga akan lebih cepat," Waryoto berbagi ilmu. Menurut dia, budidaya kepiting soka jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengar budidaya kepiting biasa di keramba. Tingkat kematiannya paling banter hanya 20%. Sementara budidaya kepiting di keramba mortalitasnya mencapai 40%, Selain itu rasa kepiting soka yang dipanen dari kolam lumpur juga lebih manis dibandingkan dengan kepiting yang dipelihara di keramba.
Kepiting yang dipelihara di keramba, kalau panas tak ada tempat berlindung sehingga mempengaruhi kondisi tubuhnya dan tak jarang berujung pada kematian.
Sedangkan kepiting yang dipelihara di kolam lumpur (tambak) akan masuk dan bersembunyi di dalam lumpur ketika panas. Dia juga akan mengambil nutrisi dari lumpur sehingga rasanya menjadi manis, Dan biaya produksi kepiting soka di tambak 30% lebih irit daripada biaya produksi di keramba. Waryoto mengaku, ia khusus mempelajari teknik produksi kepiting soka ini dari sebuah perusahaan pengolahan
sumber : Trobos, september 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar