Sabtu, 09 Juni 2012

Ikan Air Tawar Pilihan Baru Petani

Ikan Air Tawar Pilihan Baru Petani PDF Print E-mail
Budidaya perikanan air tawar di pinggir Sungai Komering, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, kian menggeliat selama empat tahun terakhir ini. Meski belum maksimal, usaha yang menggunakan sistem keramba tersebut telah menjadi penopang ekonomi masyarakat setempat.

Memasuki Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan (Sumsel), karamba (sangkar ikan dalam bahasa lokal) tampak berjajar di sepanjang Sungai Komering. Di Desa Jejawi, Kecamatan Jejawi, tepian sungai itu juga diwarnai kesibukan pembuatan karamba-karamba baru.
Salah seorang warga, Damiri (57), Senin (6/2), membuat karamba dari kayu, bambu, dan jaring berukuran 7,8 meter kubik. Ia telah menyiapkan modal Rp 2,5 juta untuk memelihara 3.000 ikan patin dalam karamba. Seumur hidup tinggal di tepi Sungai Komering, baru kali ini petani itu mencoba karamba. Jono (46), guru SD yang juga tinggal di Desa Jejawi, pun baru saja memasukkan tiga karamba baru ke Sungai Komering. Ia menyiapkan modal Rp 10 juta.
Di Kecamatan Jejawi, puluhan warga yang sebelumnya tak membudidaya ikan mulai membuat karamba. Geliat ini sejak tahun 2011. Pemicunya, antara lain, pengucuran bantuan Program Pengembangan Akuakultur Berkelanjutan untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Pengurangan Kemiskinan (Safver) bagi pembudidaya ikan. Bantuan ini disalurkan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) mulai 2009. Penerima bantuan harus sudah berpengelaman membudidayakan ikan, setidaknya mempunyai satu karamba.
Anwar Amin (52), Ketua Kelompok Bunga Desa, Kecamatan Jejawi, mengatakan, bantuan yang disalurkan lewat kelompok pembudidaya ikan itu, di antaranya, 3.000 benih ikan patin dan pakan 450 kilogram (kg). Warga praktis tak keluar modal untuk satu musim pemeliharaan untuk satu karamba. ”Banyak orang di sini membuat karamba. Sebagian anggota kelompok saya juga mulai buat tahun 2011,” ujarnya saat berjaga di dangau di tengah karamba-karamba milik kelompoknya.
Kabupaten OKI dikenal sebagai penghasil patin, nila, dan baung. Produksi ikan hasil budidaya itu terus bertambah. Tahun 2010, produksi mencapai 32.683,3 ton, meningkat dari 2006 sebanyak 26.312,1 ton.
Berdasarkan data Dinas Perikanan, Kelautan, dan Peternakan Kabupaten OKI tahun 2002, terdapat 27.778 rumah tangga pembudidaya ikan di daerah itu. Tahun 2010, terdata 8.138 karamba yang digunakan untuk budidaya patin, nila, dan baung. Jumlah ini terus berkembang. Di Kelompok Bunga Desa, misalnya, dari 15 karamba pada tahun 2011 menjadi 30 unit tahun 2012.
Satu karamba diisi 3.000 benih patin yang dipelihara selama tujuh bulan dengan hasil panen sekitar 1 ton. Adapun karamba yang diisi nila dapat dipanen dalam lima bulan dengan hasil rata-rata 400 kg. Harga patin di pasaran Rp 10.000-Rp 15.000 per kg tergantung musim. Adapun nila sekitar Rp 20.000 per kg.
Pendukung ekonomi
Budidaya ikan karamba menjadi pendukung perekonomian masyarakat. Hampir semua pembudidaya ikan karamba di sepanjang Sungai Komering di Kabupaten OKI awalnya adalah petani padi. Namun, beberapa tahun terakhir, hasil sawah dinilai semakin tak memadai.
Zanuri (55) mengaku memperoleh pendapatan sekitar Rp 6 juta pada panen ikan patin pertamanya akhir 2011. Ia menikmati keuntungan besar karena masih mendapat bantuan Safver sehingga belum banyak mengeluarkan modal usaha.
Dari pertanian, Zanuri hanya memperoleh sekitar 1,5 ton beras per tahun. Dengan tingginya harga pupuk dan pembasmi hama serta harga beras yang justru turun saat panen, Zanuri mengaku tak lagi dapat bersandar dari hasil sawah saja.
Tokoh masyarakat Desa Ulak Jermun, Kecamatan Sirah Pulo Padang (SP Padang), Ali Musir (65) membenarkan bahwa sawah di desanya semakin sulit diandalkan. Sebagian sawah sudah tiga tahun tak bisa ditanami karena terus terendam air. Hal ini terjadi sejak pembukaan perkebunan sawit yang disertai pembangunan tanggul-tanggul perkebunan oleh perusahaan di rawa-rawa sekitar sawah desa. Itu sebabnya, karamba menjadi andalan utama saat ini.
Ali yang juga ketua kelompok pembudidaya ikan karamba ikan tongkol itu mengatakan, baru sekitar tahun 1992 budidaya ikan karamba mulai dikenal luas masyarakat Ulak Jermun. Sebelumnya, warga hanya menangkap ikan dari sungai. ”Waktu itu, karamba dikenalkan tim dari Jakarta. Katanya Sungai Komering cocok untuk karamba,” kata pemilik 10 karamba itu.
Saat ini, di sepanjang Kecamatan SP Padang, karamba-karamba terlihat berjejer di sepanjang Sungai Komering. ”Produksi ikan tawar kecamatan ini sekitar 10.000 ton setahun dengan jumlah karamba sekitar 6.000 unit,” kata Ali.
Pemasaran terbatas
Beberapa kendala memang masih menghadang usaha ini. Di bidang pemasaran, jalur penjualan masih terbatas. Pemasaran ikan hasil panen baru pada pedagang-pedagang kecil yang melewati desa. Pada masa panen, ikan sulit terserap pasar. Warga kerap antre berhari-hari untuk menjual ikan. Kendala lain adalah keterbatasan benih, tingginya angka kematian ikan yang mencapai 40 persen, serta mahalnya pakan yang sekitar 60 persen ongkos produksi, yaitu Rp 5 juta per karamba.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan OKI Abdul Muthalib mengatakan, sebagian besar atau 33 juta ekor benih ikan per tahun dipasok dari luar Sumsel sebab Balai Benih Ikan Air Tawar di OKI baru memproduksi 500.000 benih per tahun. ”Adapun tingginya kematian ikan disebabkan tingginya keasaman air,” ujarnya.
Sejumlah upaya telah dilakukan. Misalnya, bantuan mesin pembuat pakan mini 126 buah dari Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2010 dan 2011. Namun, mesin belum banyak digunakan pembudidaya.
Mengatasi keasaman air, dikembangkan kolam terpal untuk budidaya lele. Kolam ditaburkan kapur sehingga keasaman air dapat dinetralkan. Saat ini, sudah ada enam kelompok (90 orang) pembudidaya lele sangkuriang dengan kolam terpal yang mendapat bantuan Safver.
Hingga Desember 2010, bantuan Safver telah diberikan kepada 2.351 orang tersebar di 41 desa. Penerima bantuan Safver tahun 2012 ditingkatkan menjadi 3.500 orang. Bantuan itu bersumber dari dana pinjaman Bank Pembangunan Asia (ADB) sebesar Rp 9 miliar per tahun. Lalu, disokong lagi dengan dana APBD OKI sebesar Rp 250 juta per tahun pada 2009 dan 2010 serta Rp 75 juta tahun 2011.
Di balik geliat perikanan di Sungai Komering itu, turunnya kualitas air dan lingkungan menjadi ancaman. Itu berkaitan dengan banyaknya pembukaan perkebunan kelapa sawit di sekitar sungai

sumber : kompas tanggal 26 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar