Tampilkan postingan dengan label tambak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tambak. Tampilkan semua postingan

Minggu, 06 Mei 2012

Revitalisasi Tambak, KKP Target Serap 405 Ribu Tenaga Kerja

Revitalisasi Tambak, KKP Target Serap 405 Ribu Tenaga Kerja

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C.Sutardjo menargetkan program revitalisasi tambak Perikanan seluas 135 ribu ha di seluruh Indonesia dapat menyerap tenaga kerja baru sebanyak 405 ribu orang selama kurun waktu 2012- 2014. “Program revitalisasi tambak dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat, per hektarnya tambak membutuhkan tiga orang tenaga kerja, sehingga jika revitalisasi itu dilakukan di atas lahan seluas 135 ribu maka tenaga kerja yang terserap mencapai 405 ribu orang dalam kurun waktu tiga tahun ini,” ungkap Sharif Rabu sore (28/3) di Gedung DPR Jakarta.

Lebih jauh ia menjelaskan, jumlah tenaga kerja sebanyak 405 ribu itu equivalent (sama dengan) dengan satu persen laju pertumbuhan ekonomi kita. “Nah itu adalah impactnya (dampaknya) yang bisa diliat dan menjadi alat ukur sehingga ukurannya menjadi jelas,” katanya.

Menurutnya, upaya revitalisasi tambak merupakan salah satu program kementeriannya, khususnya di perikanan budidaya. "Revitalisasi dapat meningkatkan pendapatan petambak dan memberikan kontribusi pendapatan bagi negara. Pertama, revitalisasi tambak dapat meningkatkan pendapatan para petambak hingga mencapai tiga sampai empat kali lipat sebelum perbaikan tambak,” kata Sharif.

Kedua pendapatan petambak khususnya budidaya udang dapat meningkatkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Sedangkan kalau dari Usaha Kecil Menengah (UKM) sendiri terdapat peluang usaha untuk dapat menyerap 5-10 orang/ ha. Sharif mencontohkan budidaya bandeng dapat memberdayakan ibu-ibu nelayan untuk bekerja mencabut duri-duri bandeng sehingga ribuan orang dapat bekerja. Revitalisasi tambak rakyat tetap menjadi fokus Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2012- 2014. Langkah ini diambil guna mendukung industri pengolahan, ekspor, dan konsumsi udang lokal.

Selain berencana untuk memperbaiki dan merehabilitasi tambak seluas 135 ribu ha di seluruh Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga merevitalisasi lahan tambak perikanan di Pantai Utara (Pantura), Jawa Barat seluas 80 ribu ha. Sharif menyampaikan alasan pemilihan lokasi revitalisasi di Pantura yakni, karena mereka (nelayan) sudah tidak bisa melaut, dikarenakan laut di Pulau Jawa ini ikannya sudah tidak ada lagi. “Jadi mereka paling sulit hidupnya dibandingkan di indonesia bagian timur inilah alasan revitalisasi tambak dilaksanakan di Jawa,” tuturnya.

Dikatakannya, melalui revitalisasi tambak maka nelayan bisa beralih pekerjaan yang semula nelayan tangkap menjadi pembudidaya ikan. Berdasarkan catatan KKP, nilai ekspor udang beku, kaleng, dan olahan berturut-turut sebesar US$814 juta, US$241 juta, dan US$13 juta (per Oktober 2011). Peningkatan dibandingkan pencapaian 2010 terjadi pada udang olahan sebanyak 64 persen, udang beku 27 persen, dan udang kaleng 17 persen. Ia mengungkapkan, diantara upaya revitalisasi yang perlu dilakukan adalah dengan pengadaan bibit, harga pakan, kejernihan air yang perlu dijaga, pengetahuan yang baik dari petambak, keamanan serta kondisi infrastruktur. Selain faktor tersebut, KKP akan meningkatkan kerja sama dengan pengusaha melalui pola bapak angkat untuk membantu petambak.

Untuk itu, KKP akan terus melanjutkan program bapak angkat dimana pemerintah akan memberikan prasarana dan sarana bagi pengusaha, sehingga bisa diharapkan para pengusaha tersebut mau bekerjasama untuk melanjutkan operasionalnya. Selain membeli panen ikan petambak, peran pengusaha juga berinvestasi dalam hal pengembangan sarana, prasarana, dan operasional pakan serta memberi jaminan kredit kepada perbankan, sehingga hasil produksi petambak terjamin untuk dapat diserap pasar.

Sumber : KKP.go.id

Sabtu, 21 April 2012

TAMBAK UNTUK BUDI DAYA RUMPUT LAUT

Haktaran tambak yang luas sudah lama di terlantarkan oleh pemiliknya. Beberapa petak sengaja dibiarkan oleh pemiliknya. Ada yang sudah mengering, ada pula yang masih tergenang air payau seadanya. tambak-tambak itu memang tampak menganggur alias tidak difungsikan lagi. "Kami sudah tak kuat lagi. Modal usaha kami sudah ludes. Setiap kami membudidayakan udang, selalu gagal panen," Orang tua ku, petambak di Desa Bangil, Pasuruan. selalu gagal panen Karena itu, dari pada merugi terus maka kini ia tak mau untuk membudidayakan udang di tambaknya. Hal serupa juga dialami petambak-petambak lainnya. Tiga tahun lalu, ketika orang tua ku mulai membuka usaha tambaknya itu, secercah harapan menghampirinya. Bukan apa-apa pada setiap panen udang windu ia selalu untung besar. Kesuksesan ini lalu diikuti petambak lainnya. Jadilah, lahan /alas bakau yang nganggur tidak ada pemiliknya disulap menjadi tambak. Bukan hanya itu saja, pohon mangrove pun sering ditebang dikonversi menjadi lahan tambak. Pantai yang tadinya rimbun dan subur oleh lebatnya pohon bakau dll berubah menjadi gundul.

Udang, kepiting, dan aneka jenis ikan yang hidup di sela-sela akar mangrove juga menghilang. "Dulu ketika hutan bakau masih tumbuh, saya mudah mencari kepiting dan udang. Kini, sudah sangat sulit," Tanpa disadari dari sinilah malapetaka bermula. Udang windu yang tadinya menguntungkan petambak tiba-tiba terserang penyakit mematikan. Para petani tambak yang mau panen terpaksa gigit jari. Hanya dalam sekejap, udang yang sakit itu menjadi santapan ikan-ikan lainnya. Begitu seterusnya, sampai akhirnya, tak ada lagi udang yang tersisa di tambak. setelah di usut usut, aneka penyakit itu berasal dari pengelolaan lingkungan yang buruk. Artinya, air laut yang tadinya mengalir berkualitas baik berubah total menjadi buruk lantaran sudah tercemar berbagai limbah baik dari rumah tangga maupun industri. Selain itu, desain tambaknya juga tak ramah lingkungan. Artinya, antara saluran pemasukan dan pembuangan (drainase) air dibuat dalam satu pintu. Akibatnya, sisa-sisa pakan dan kotoran lainnya terus mengendap di dasar tambak dan tak bisa dibuang ke luar tambak. kondisi tambak yang seperti ini yang mudah terserang penyakit," seharusnya selalu membuat saluran pemasukan dan pembuangan yang berbeda seperti tambak di Thailand. Jadi, setiap tambak memiliki dua saluran air," ungkap cak toni. Hasilnya, produktivitas udang dari hasil budi daya tambak di Thailand jauh lebih tinggi ketimbang di Indonesia. Buruknya kondisi lingkungan dan desain tambak yang tak ramah lingkungan inilah, menurut toni, mengundang aneka penyakit udang. Hutan bakau yang selama ini dikenal bisa menjadi filter alami bagi udang, tak lagi berperan karena memang sudah ditebang habis. Berbagai kelemahan inilah yang perlu diperbaiki petambak. Selama hal itu tidak dibenahi, sangat sulit petambak udang di Pantura Jawa bisa bangkit kembali. Sampai kapan kondisi ideal bagi kegiatan budi daya itu pulih? Semua bergantung pada keseriusan para petani tambak untuk mau berubah. Jadi, perubahan ke arah yang lebih baik tidak bisa hanya dilakukan petambak semata. Lebih dari itu, yang sangat berperan adalah pembuang limbah, baik yang dibuang rumah tangga maupun industri. Selama budaya pengelolaan limbah itu masih seperti ini, tanpa melalui penanganan lebih dulu tetapi dibuang begitu saja ke sungai, tidak banyak yang bisa diharapkan. Begitu juga dengan pemerintah daerah. Sudah seharusnya mereka membuat peraturan guna memantau dan mengawasi industri-industri yang membuang limbahnya ke sungai. Sanksi hukum yang tegas dan adil perlu dikenakan bagi mereka yang terbukti lalai dalam mengurus limbahnya. Begitu juga dengan para petambaknya. Langkah petambak Thailand yang mendesain saluran air dan drainase secara terpisah layak ditiru. Melalui kerja sama semua stakeholder itu, niscaya kejayaan tambak di Indonesia kembali bangkit lagi. Rumput Laut Sembari menunggu tambak tersebut sehat kembali, alangkah baiknya kalau kita terus mengupayakan langkah strategis yang bisa menghasilkan keuntungan. "Alternatif usaha budi daya yang menarik untuk dicoba adalah dengan membudidayakan rumput laut,"

Apalagi menanam rumput laut jauh lebih mudah dan murah daripada menanam padi. Betapa tidak, rumput laut tidak membutuhkan pupuk serta pembasmi hama dan penyakit. Bibitnya tinggal ditebar di tambak dan hanya dalam tempo 45 hari sejak rumput laut ditanam, petambak sudah memanennya. Soal pemasarannya tidak perlu khawatir. Berapa pun jumlah rumput laut akan dibeli sebuah perusahaan pembuat agar-agar berbahan baku. Syaratnya, rumput laut dimaksud harus bermutu tinggi. Karena itu, petambak juga harus disiplin untuk tidak memanen rumput laut pada usia muda (sebelum 45 hari) walaupun mendapat tawaran harga yang menggiurkan dari pengumpul. Kalau hal ini dilanggar, bisa jadi, pengalaman buruk bagi petani tambak, petambak beramai-beramai menjual rumput laut yang masih muda. Bahkan, ada yang nekad menjualnya pada umur 30 hari atau bahkan ada yang cuma berumur 25 hari. Hal itu dilakukan karena ia mendapat harga yang sama (antara rumput laut muda dan cukup umur) dari pengumpul.

Rabu, 18 April 2012

Hasil Tambak

Hasil tambak bukan dari ikan bandeng sama udang windu saja. tetapi masih banyak ikan-ikan / udang-udang yang lainnya yang petani tambak tidak repot menaruh bibit di tambaknya. contohnya udang (Weros) itu sebutan orang petani tambak, sebetulnya masih banyak ikan - ikan dan udang-udang kecil lainnya, udang atau ikan yang masuk ke tambak dari laut pada saat waktu air pasang yang masuk ke pertambakan petani. dari situlah udang - udang bisa besar di tambak. alhasil 2 bulan berikutnya para petani bisa mengambilnya yaitu dengan alat atau semacam perangkap yang terbuat dari bambu dan di bentuk seperti sangkar burung, itu disebut (perayang), dan tingginya kurang lebih 1 meter atau lebih.


(Perayang) mempunyai satu pintu masuk dan tidak ada pintu keluar, dengan begitu udan-udang / ikan-ikan yang masuk tidak bisa keluar kembali. aneh ya,,, tapi faktanya ada??? coba kita pikir dengan logika kenapa ikan+udang tertarik masuk ke perayang padahal cuma bambu dan tidak diberi pakan di dalamnya.. saya juga masih bingun kepikiran.???
perayang di pasang pada waktu sore hari seperti pada gambar di atas dan di beri lampu ublek atau lentera yang terbuat dari api kecil yang di taruh di atasnya perayang untuk menerangi pada malam hari. ke esokan harinya para petani tambak mengambil ikan+udang yang terperangkap di dalamnya,
hasilnyapun lumayan para petani rata-rata bisa mendapat 3 kilo gram udang weros, perkilonya 15 ribu di jual di pengepul pengepul pembeli udang, dalam waktu 1 bulan para petani bisa menikmatin hasil itu. jadi kesipmpulannya udang + ikan tertarik masuk ke perayang di karenakan pada malam hari ikan + udang keluyuran cari makan, ikan + udang suka mencari makan di tempat yang terang karena bisa menangkap makanannya dengan mudah. jadi tidak salah para petani mengasih lampu diatas perayang itu, udang + ikan pun masuk dikarenakan udang+ikan bisa melihat makanan makanannya terlihat jelas.


Sabtu, 14 April 2012

Pertambakan Udang di Indonesia


Kecenderungan kini di Indonesia, pertambakan udang dijalankan dalam bentuk Inti-Plasma. Ada beberapa pertambakan udang skala besar yang dijalankan dalam bentuk Inti Plasma, yakni di Banggai, Aceh Timur, dan pesisir timur Sumatera (Propinsi Lampung dan Sumatera Selatan) dengan luas beberapa ribu hektar. 

Hubungan antara petani Plasma dan perusahaan, sebagaimana yang juga terjadi di negara-negara produsen udang lainnya di Asia dan Amerika Latin seringkali diliputi konflik. Secara mendasar, permasalahan yang muncul sebagaimana dikeluhkan oleh petani Plasma berkisar pada 2 hal yakni mengenai posisi petani Plasma dalam hubungan kemiteraan dan mengenai perjanjian kredit yang tidak. Proses perjanjian kredit, prosedural kredit, penguasaan atas petak tambak sepenuhnya dalam pengaturan perusahaan. Sekilas bahwa permasalahan tersebut merupakan sebuah kesalahan manajemen yang diterapkan perusahaan namun kenyataannya secara konseptual telah cacat.

Pada pertambakan skala besar, tercipta suatu ketergantungan dari plasma kepada perusahaan. Kondisi ini menciptakan posisi perusahaan sangat kuat untuk mengendalikan petani plasma dalam berbagai aspek. Kontrol perusahaan yang sangat ketat dan berlebihan dalam kehidupan pribadi dan sosial petani Plasma telah menempatkan plasma tidak sebagai mitra namun lebih sebagai buruh.

This information from here

Jumat, 13 April 2012

Tambak Ikan Kekeringan


Bangkalan - Kekeringan di Kabupaten Bangkalan, Madura, khususnya di Kecamatan Socah membuat gelisah para pemilik tambak ikan. Sebab, sejak sebulan terakhir tak dapat beraktivitas seperti biasanya.

Mereka pun beralih profesi sebagai kuli bangunan dan memanfaatkan sisa-sisa ikan yang terendam di dalam lumpur. Maklum, lahan tambak mereka mengalami kekeringan, sehingga tidak bisa memelihara ikan. Para petani tambak ikan hanya menunggu air laut pasang.

Salah seorang pemilik tambah, Mat Solikin (45) warga Kampung Pedeng, Kecamatan Socah Bangkalan, mengatakan musim kemarau yang tergolong panjang berimbas pada petani ikan. Mayoritas, para petani tambak kini tak lagi memelihara ikan seperti semula.

"Para petani tambak ikan, masih menunggu air laut pasang. Itupun kalau airnya nanti memadai, baru bisa beraktivitas kembali," kata Solikin kepada wartawan di area tambak ikan Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan, Senin (4/8/2008).

Dia mengaku sebulan ini tidak beraktivitas dan terpaksa membiarkan lahan tambaknya kering. Bahkan, sisa ikan yang ada di dalam tambaknya, juga dipanen beramai-ramai oleh warga sekitar. "Kalau air laut sudah pasang, baru akan kembali di isi ikan, Mas!," ujarnya.

Dengan kondisi kekeringan, para petani tambak ikan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, selain mengalami kerugian besar juga untuk modal menebar kembali benih ikan sudah habis.

"Pada musim kemarau seperti ini, petani tambak ikan benar-benar susah," keluhnya.

Hal serupa juga dikatakan Hasan (50) warga Desa/Kecamatan Socah. Dia mengatakan, sejak datangnya musim kemarau, dirinya tidak lagi fokus mengurus tambak. Sebaliknya, dia banting setir dan beralih profesi menjadi kuli bangunan, itupun masih jarang mendapat garapan.

"Kalau konsentrasi ketambak yang sudah kering, saya mau makan apa, ya cari pekerjaan lain," ungkap Hasan pada wartawan di rumahnya Desa/Kecamatan Socah, Bangkalan.

Sementara anggota DPRD Bangkalan, Sofyan Rasyidi, mengatakan, para petani tambak ikan yang dilanda kekeringan harus mendapat solusi cerdas. Jika tidak maka akan ada persoalan yang lebih besar.

this information from here