Kamis, 21 April 2011

BLUE CARBON BAGI WARGA PESISIR

BLUE CARBON BAGI WARGA PESISIR

Karbon yang tersimpan dalam mangrove lebih tinggi dari yang terdapat di hutan tropis. Berperan penting dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim

Wayan Sukitra melepaskan tali yang mengikat setiap perahu dengan tambatan-nya. Ada delapan perahu yang dinaiki anggota The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ), yang menyusun hutan mangrove seluas 9 kilometer persegi di Pulau Nusa Lembongan, Bali, pada 10 April. Hutan di Desa Jungut Batu ini menjadi tempat wisata semenjak 2003. Sebelumnya, kata Sukitra, warga menebangi mangrove untuk kayu bakar dan lahan industri garam. Kemudian seorang turis asal Prancis mengajak Sukitra mengembangkan wisata mangrove.

Warga lantas menanam bakau pada lahan kosong dan membentuk Mangrove Tour. Sekarang kelompok ini memiliki 33 perahu dan kafe serta toko cinderamata. Menurut Daniel Murdiyarso, peneliti Center for International Forestry Research (Cifor), apa yang dilakukan warga Jungut Batu merupakan bagian dari adaptasi perubahan II MH iklim."Hutan bakau ILIVIU memiliki peran yang besar dan selama ini belum dieksplorasi," katanya kepada wartawan peserta workshop yang diadakan Cifor dan SIEJ di Bali pada 8-11 April 2011.

Temyata, bukan hanya adaptasi, tapi hutan bakau juga memiliki peran dalam mitigasi perubahan iklim. "Kepadatan karbon hutan mangrove lebih tinggi empat kali daripada hutan tropis umumnya," demikian kesimpulan penelitian. yang dilakukan Cifor dan USDA Forest Services (Departemen Pertanian Amerika Serikat Bidang Kehutanan). Hasil penelitian itu dipublikasikan dalam Nature GeoScience edisi 3 April 2011. Riset ini dilakukan oleh Daniel C. Donato, J. Boone Kauffman, Daniel Murdiyarso, Sofyan Kurnianto, Melanie Stidham, dan Markku Kanninen. Sampel penelitian mereka ambil dari hutan mangrove di Kepulauan Mikronesia, Indonesia, India dan Bangladesh.

Menurut Daniel, ini merupakan studi yang pertama kali mengintegrasikan pentingnya mengukur total cadangan karbon berdasarkan .geografi atau luas wilayah hutan mangrove. Sebagian besar karbon disimpan di bawah hutan mangrove daripada di atas permukaan tanah dan air. Jumlah karbon yang tersimpan di atas tanah sebanyak 100-120 ton per hektare. Sementara yang di bawah tanah bisa 1.200-1.300 ton setiap hektare. "Itu untuk semua jenis mam/roue," kata Daniel.

Stephen . Crooks, Direktur Perubahan Iklim Biro Konsultasi Perlindungan, Peningkatan, dan Perbaikan Ekosistem yang Bergantung pada Air (ESA-PWA), menjelaskan, hutan mangrove, rawa pasang-surut, dan padang lamun menghilangkan karbon dari atmosfer serta me-nguncinya di dalam tanah selama ratusan hingga ribuan tahun. Tidak seperti hutan daratan umumnya, ekosistem laut secara terus-menerus membangun kantong-kantong karbon. "Juga menyimpan blue carbon dalam jumlah besar ke sedimen dasar laut," kata Crooks, yang hadir di Bali sebagai pembicara dalam lokakarya Tropical Wetland Ecosystems of Indonesia Science Needs to Address Climate Change Adaptation dan Mitigation.

Cecep Kusmana, ahli mangrove dari Institut Pertanian Bogor, juga menjadi pembicara dalam forum tersebut. Pada 2008 hingga 2010, dia melakukan penelitian Mangrove jenis api-api di Muara Angke, Jakarta Utara. "Mangrove usia 2 tahun berhasil menyerap 230 gram karbon dioksida per 100 gram daun," katanya. Sedangkan satu pohon mangrove tersebut berat total daunnya sampai 1,5 kilo-gram. Daniel Murdiyarso dan teman-temannya juga menghitung bahwa perusakan dan degradasi ekosistem mangrove diperkirakan menghasilkan hingga 10 persen dari emisi deforestasi global. Sebab, yang hilang bukan hanya karbon di atas permukaan mangrove, tapi juga di bagian bawahnya.

Daniel berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk melindungi hutan mangrove. Apalagi penelitian Cifor dan USDA menunjukkan bahwa mangrove memberi sumbangan sangat potensial untuk mengurangi emisi karbon dibanding hutan hujan tropis. "Saat ini belum ada insentif bagi perlindungan hutan mangrove," kata Crooks.

Menurut Crooks, upaya tersebut memiliki potensi dikaitkan dengan skema REDD+ (Reduction Emission from Degradation and Deforestation plus) dan mekanisme pendanaan karboaTanpa menunggu kucuran dana dari luar negeri, kelompok Mangrove Tbur di Pulau Nusa Lembongan, Bali, sudah menunjukkan kepada dunia bahwa untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, tidak harus merusak lingkungan.(Mine nimum)


Sumber : Koran Tempo 20 April 2011,hal. A12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar