PRINCIPLES OF POND FISH CULTURE
1. Fish are dependent for food directly or indirectly on plants.
2. The weight of fish which can be produced in natural waters is dependent upon the ability of the water to raise the plants. We could increase production by adding plant organic matter produced elsewhere.
3. The ability of water to produce plants is dependent upon sunshine, temperature, CO2, Mineral from soil or rocks, nitrogen (NO3- and NH4-) , O2 and water.
4. The Natural fertility of the water is dependent on the fertility of the soil in pond bottom and watershed.
5. Fertlity of water can be increased by adding inorganic fertilizers.
6. After adding all essential minerals and all available nitrogen, the next limiting factor is CO2. This compound can be increased by adding organic matter followed by liming (Ca, Mg).
7. The next limiting factor in fish production, after mineral and CO2 are provided, is oxygen demand of all living and dead organisms in the water. This can be supplied by running water rich in oxygen or pumping water from the bottom and aerate it. If oxygen in the water falls below 1.0 ppm, fish die. One ppm oxygen is enough for fish in resting condition, but for active fish, 3.0 ppm is needed.
8. Microscopic plants (planktonic algae) are the principal food producing plants for fishes.
9. Microscopic plants are the most desirable, because : (a) short life cycle, (b) mobility, (c) more nutritious, and (d) small size.
10. Rooted plants are less desirable, because: (a) long life, (b) immobility, (c) less nutritious, (d) large size, and (e) shading effect.
11. a. The more fertile the water the heavier the plankton concetration becomes, the more shallow becomes light penetration and photosynthesis. b. Heavy plankton concetration in top water causes shallow stratification and low oxygen or none in deeper water. Strong wind, or heavy cold rain causes overtum, causing trouble to the fish. Water with no oxygen spread too fast and could kill the fish. Heavy plankton can be killed by the use of CuSO4. Light can penetrate deeper, so does the production of oxygen. c. the deeper the fertile lake or pond (heavy plankton) the higher the precentage of the total volume of water deficient of oxygen during period of stratification.
12. Rooted plants are desitable, in part, in waters of low fertility, because : (1) Oxygenate deep water as far down and light penetrates, (2) draw nutrients from pond bottom soil, (3) prevent marginal erosion, (4) provide surface for food organisms, and (5) provide food for fish derectly or indirectly.
13. The longer the food chain from plant to fish the lower the production of fish obtained. The conversion rate from: Plant to fish = 5 – 10 Plant to insect = 5 – 10 Insect to fish = 3 – 10 fish to fish = 2 – 5
14. At a given level of fertility the fish production is constant for a particular species and a certain rate of stocking. The total pound/acre is dependent upon the number of fish present and the size harvested. Small fish produce high number of lbs/acre, and large ones produce small number of lbs/acre.
15. For short period of time we can regulate number ( and final size) by the number stocked. This can be done by frequent draining before the fish are old enough to spawn. For non spawner there would be no difficulity. Mortality rate can be up to 20 percent a year.
16. For long period of time the number of fish and sizes must be controlled by biological methods such as: 1. Repression - prevents reproduction, e.g. carp. 2. Predation - method of controlling the number of young fish. 3. Starvation - this could lead to weakning of fish, thus vulnerable to disease and parasites. 4. Limited spawing area
17. The greatest total weight to any one forage species (for short periode of time for piscivorous fish) can be produced in waters containing only that species.
18. The greatest total weight of fish can be produced by combination of forage fish differing in feeding habits.
19. The presence of piscivorous species decreases the total weight or fish, decreases the number of fish, but increases the average size.
20. The rate of feeding required to maintain a fish is less than the rate required for growth.
21. The amount of food required to maintain one-pound fish for one year is equal to the feed required to raise the fish to one pound.
22. A population of fish at a given level of food abundance will tend to expand until harvestable food equals the amount required for maintenance.
23. Feeding at maintenance is uneconomical for extended periods. Feeding to satiety is uneconomical too. Econimical feeding rate varies with the size of fish.
24. Economical feeding rate per acre is limited by the eficiency of the ecological system in waste disposal and reoxygenation.
25. High quality feeds must contain in proper proportion; protein for building fish flesh carbohydrate and fat for energy, minerals for contruction and regulation, and vitamins for regulation of life processes.
26. Quality of feed influences (a) the amount of waste, (b) health of fish, and (c) rate of growth.
27. By increasing feeding rate the stocking rate of fish can be increased. This could increase the incidence of parasites and diseases.
28. Within limits regulation of feeding rates can replace predation in obtaining a high percentage of harvestable fish.
29. Rates of growth of fish vary widely and are dependent upon : (a) their ability to grow, (b) the quality of feed, (c) space – waste disposal system, (d) temperature, (e) the amount of feed per individual.
30. Minimum age at spawning is dependent upon rate of growth.
H.S. SWINGLE Auburn University
INFORMASI BUDIDAYA
Kamis, 20 Agustus 2015
Sabtu, 30 Juni 2012
Cara Tanam Padi Sistem Legowo
Cara Tanam Padi Sistem Legowo
Padi merupakan tanaman pangan utama penduduk Indonesia, sebagian besar ditanam di lahan sawah. Kendala produktivitas lahan sawah diantaranya akibat serangan hama, penyakit dan gulma. Perkembangan pengganggu tanaman ini sering didukung oleh cara tanam yang sebenarnya masih bisa diperbaiki
Legowo adalah cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan tanaman kemudian diselingi oleh 1 baris kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir ½ kali jarak tanaman pada baris tengah. Cara tanam jajar legowo untuk padi sawah secara umum bisa dilakukan dengan berbagai tipe yaitu: legowo (2:1), (3:1), (4:1), (5:1), (6:1) atau tipe lainnya. Namun dari hasil penelitian, tipe terbaik untuk mendapatkan produksi gabah tertinggi dicapai oleh legowo 4:1, dan untuk mendapat bulir gabah berkualitas benih dicapai oleh legowo 2:1.
Pengertian jajar legowo 4 : 1 adalah cara tanam yang memiliki 4 barisan kemudian diselingi oleh 1 barisan kosong dimana pada setiap baris pinggir mempunyai jarak tanam lebih dari 2 kali jarak tanam pada barisan tengah. Dengan demikian, jarak tanam pada tipe legowo 4 : 1 adalah 20 cm (antar barisan dan pada barisan tengah) x 10 cm (barisan pinggir) x 40 cm (barisan kosong).
Pengertian jajar legowo 2 : 1 adalah cara tanam yang memiliki 2 barisan kemudian diselingi oleh 1 barisan kosong dimana pada setiap baris pinggir mempunyai jarak tanam ½ kali jarak tanam antar barisan. Dengan demikian, jarak tanam pada tipe legowo 2 : 1 adalah 20 cm (antar barisan) x 10 cm (barisan pinggir) x 40 cm (barisan kosong).
Modifikasi jarak tanam pada cara tanam legowo bisa dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Secara umum, jarak tanam yang dipakai adalah 20 cm dan bisa dimodifikasi menjadi 22,5 cm atau 25 cm sesuai pertimbangan varietas padi yang akan ditanam atau tingkat kesuburan tanahnya.
Jarak tanam untuk padi yang sejenis dengan varietas IR-64, seperti varietas Ciherang cukup dengan jarak 20 cm, sedangkan untuk varietas padi yang punya penampilan lebih lebat dan tinggi perlu diberi jarak tanam yang lebih lebar misalnya antara 22,5 - 25 cm. Demikian juga pada tanah yang kurang subur cukup digunakan jarak tanam 20 cm, sedangkan pada tanah yang lebih subur perlu diberi jarak tanam yang lebih lebar misalnya 22,5 cm atau pada tanah yang sangat subur jarak tanamnya 25 cm. Pemilihan ukuran jarak tanam bertujuan agar mendapat hasil yang optimal.
Tujuan cara tanam legowo sebagai berikut :
1. Memanfaatkan sinar matahari bagi tanaman yang berada pada bagian pinggir barisan. Semakin banyak sinar matahari yang mengenai tanaman, maka proses fotosintesis oleh daun tanaman akan semakin tinggi sehingga akan mendapatkan bobot buah yang lebih berat.
2. Mengurangi kemungkinan serangan hama, terutama tikus. Pada lahan yang relatif terbuka, hama tikus kurang suka tinggal di dalamnya.
3. Menekan serangan penyakit. Pada lahan yang relatif terbuka, kelembaban akan semakin berkurang, sehingga serangan penyakit juga akan berkurang.
4. Mempermudah pelaksanaan pemupukan dan pengendalian hama / penyakit. Posisi orang yang melaksanakan pemupukan dan pengendalian hama / penyakit bisa leluasa pada barisan kosong di antara 2 barisan legowo.
5. Menambah populasi tanaman. Misal pada legowo 2 : 1, populasi tanaman akan bertambah sekitar 30 %. Bertambahnya populasi tanaman akan memberikan harapan peningkata produktivitas hasil.
Rizka Wijayanti M.
(IPB-A24090174)
Kamis, 28 Juni 2012
BUDIDAYA KOPI
I. PENDAHULUAN
Tanaman Kopi merupakan tanaman yang sangat familiar di lahan pekarangan penduduk pedesaan di Indonesia. Jika potensi dahsyat ini bisa kita manfaatkan tidaklah sulit untuk menjadikan komoditi ini menjadi andalan di sektor perkebunan. Hanya butuh sedikit sentuhan teknis budidaya yang
tepat, niscaya harapan kita optimis menjadi kenyataan.
PT. Natural Nusantara berusaha mewujudkan harapan bersama tersebut dengan paket panduan teknis dan produk tanpa melupakan Aspek K-3 yaitu kuantitas, kualitas dan kelestarian yang kini menjadi salah satu syarat persaingan di era globalisasi.
II. PERSIAPAN LAHAN
- Untuk tanah pegunungan/miring buat teras.
- Kurangi/tambah pohon pelindung yang cepat tumbuh kira-kira 1:4 hingga 1: 8 dari jumlah tanaman kopi.
- Siapkan pupuk kandang matang sebanyak 25-50 kg, sebarkan Natural GLIO, diamkan satu minggu dan buat lobang tanam 60 x 60, atau 75 x 75 cm dengan jarak tanam 2,5x2,5 hingga 2,75 x 2,75 m minimal 2 bulan sebelum tanam
III. PEMBIBITAN
- Siapkan biji yang berkualitas dari pohon yang telah diketahui produksinya biasanya dari penangkar benih terpercaya.
- Buat kotak atau bumbunan tanah untuk persemaian dengan tebal lapisan pasir sekitar 5 cm.
- Buat pelindung dengan pelepah atau paranet dengan pengurangan bertahap jika bibit telah tumbuh
- Siram bibitan dengan rutin dengan melihat kebasahan tanah
- Bibit akan berkecambah kurang lebih 1 bulan, pilih bibit yang sehat dan lakukan pemindahan ke polibag dengan hati2 agar akar tidak putus pada umur bibit 2 -3 bulan sejak awal pembibitan
- Tambahkan pupuk NPK sebagai pupuk dasar (lihat tabel) hingga umur 12 bulan
- Siramkan SUPERNASA dosis 1 sendok makan per 10 liter air, ambil 250 ml per pohon dari larutan tersebut
- Setelah bibit umur 4 bulan semprotkan 2 tutup POC NASA per tangki sebulan sekali hingga umur bibit 7-9 bulan dan siap tanam
Tabel Dosis Pupuk Untuk Bibit Kopi
Catatan : Jenis dan dosis pupuk bisa sesuai dengan anjuran dinas pertanian setempat. Perhatikan kelembapan tanah agar bibit tidak terkena serangan karat daun.
IV. PENANAMAN
- Masukkan pupuk kandang dengan campuran tanah bagian atas saat penanaman bibit.
- Usahakan saat tanam sudah memasuki musim hujan.
- Lakukan penyiraman tanah setelah tanam
- Hindarkan resiko kematian tanaman baru dari gangguan ternak.
V. PENYULAMAN
- Lakukan penyulaman segera jika tanaman mati atau gejala pertumbuhannya tidak normal.
- Penyulaman dilakukan awal musim hujan
VI. PENYIRAMAN
Lakukan penyiraman jika tanah kering atau musim kemarau
VII. PEMUPUKAN- Pemupukan NPK diberikan dua kali setahun, yaitu awal dan akhir musim hujan.
- Setelah pemupukan sebaiknya disiram.
Jenis dan Dosis Pupuk Makro sesuai table.
Catatan : Jenis dan Dosis pupuk sesuai dengan jenis tanah atau rekomendasi dinas pertaniam setempat
Cara pemupukan dibuat lubang kecil mengelilingi tanaman sejauh ¾ lebar tajuk, pupuk dimasukan dan ditutup tanah.
Akan lebih baik ditambah pupuk organik SUPERNASA dosis 1 botol untuk ± 200 tanaman . 1 botol SUPERNASA diencerkan dalam 2 liter (2000 ml) air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 1 liter air diberi 10 ml larutan induk tadi untuk penyiraman setiap pohon atau siram atau kocorkan SUPERNASA 1 sendok makan per 10 liter air setiap 3-6 bulan sekali.
Semprotkan POC NASA 3-4 tutup + HORMONIK 1-2 tutup per tangki setiap 1 bulan sekali
VIII. PEMANGKASAN
Lakukan pemangkasan rutin setelah berakhirnya masa panen (pangkas berat) untuk mengatur bentuk pertumbuhan, mengurangi cabang tunas air (wiwilan), mengurangi penguapan dan bertujuan agar terbentuk bunga, serta perbaikan bagian tanaman yang rusak.
Pemangkasan pada awal atau akhir musim hujan setelah pemupukan
IX. PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
A. H A M A
1. Bubuk buah kopi (Stephanoderes hampei) serangan di penyimpanan buah maupun saat masih di kebun . Pencegahan dengan PESTONA atau BVR secara bergantian
2. Penggerek cabang coklat dan hitam (Cylobarus morigerus dan Compactus ) menyerang ranting dan cabang. Pencegahan dengan PESTONA.
3. Kutu dompolan (Pseudococcus citri) menyerang kuncup bunga, buah muda, ranting dan daun muda, pencegahan gunakan PESTONA, BVR atau PENTANA.+ AERO 810 secara bergantian
B. PENYAKIT
1. Penyakit karat daun disebabkan oleh Hemileia vastatrix , preventif semprotkan Natural GLIO
2. Penyakit Jamur Upas disebabkan oleh Corticium salmonicolor : Kurangi kelembaban , kerok dan preventif oleskan batang/ranting dengan Natural GLIO + POC NASA
3. Penyakit akar hitam penyebab Rosellina bunodes dan R. arcuata. Ditandai dengan daun kuning, layu, menggantung dan gugur. preventif dengan Natural GLIO
4. Penyakit akar coklat penyebabnya : Fomes lamaoensis atau Phellinus lamaoensis preventif dengan Natural GLIO
5. Penyakit bercak coklat pada daun oleh Cercospora cafeicola Berk et Cooke pencegahan dengan Natural GLIO
6. Penyakit mati ujung pada ranting.Penyebabnya Rhizoctonia .Preventif gunakan Natural GLIO.
Catatan : Jika pengendalian hama dan penyakit dengan pestisida alami belum mengatasi, sebagai alternative terakhir bisa digunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata Pembasah AERO 810 dosis 0,5 tutup botol per tangki
X. P A N E N
Kopi akan berproduksi mulai umur 2,5 tahun jika dirawat dengan baik dan buah telah menunjukkan warna merah yang meliputi sebagian besar tanaman, dan dilakukan bertahap sesuai dengan masa kemasakan buah.
XI. PENGOLAHAN HASIL
Agar dipersiapkan terlebih dahulu tempat penjemuran, pengupasan kulit dan juga penyimpanan hasil panen agar tidak rusak akibat hama pasca panen. Buah panenan harus segera diproses maksimal 20 jam setelah petik untuk mendapatkan hasil yang baik.
Penyebab Kerusakan Kopi Beras :
1. Biji keriput : asal buah masih muda
2. Biji berlubang :kopi terserang bubuk
3. Biji kemerahan : Kurang bersih mencucinya
4. Biji pecah : mesin pengupas kurang sempurna, berasal dari buah yang terserang bubuk, pada saat pengupasan dengan mesin kopi terlalu kering.
5. Biji pecah diikuti oleh perubahan warna: mesin penguap dan pemisah kulit dengan biji kurang sempurna, fermentasi pada pengolahan basah kurang sempurna.
6. Biji belang : pengeringan tidak sempurna, terlalu lama disimpan , suhu penyimpanan terlalu lembab.
7. Biji Pucat : terlalu lama disimpan di tempat lembab
8. Biji berkulit ari : Pengeringan tidak sempurna atau terlalu lama, pada pengeringan buatan suhu awal terlalu rendah.
9. Biji berwarna kelabu hitam : pada pengeringan buatan suhunya terlalu tinggi.
10. Noda-noda cokelat hitam : pada pengeringan buatan, kopi tidak sering diaduk/dibolak-balik.
http://teknis-budidaya.blogspot.com/2007/10/budidaya-kopi.html Tanaman Kopi merupakan tanaman yang sangat familiar di lahan pekarangan penduduk pedesaan di Indonesia. Jika potensi dahsyat ini bisa kita manfaatkan tidaklah sulit untuk menjadikan komoditi ini menjadi andalan di sektor perkebunan. Hanya butuh sedikit sentuhan teknis budidaya yang
tepat, niscaya harapan kita optimis menjadi kenyataan.
PT. Natural Nusantara berusaha mewujudkan harapan bersama tersebut dengan paket panduan teknis dan produk tanpa melupakan Aspek K-3 yaitu kuantitas, kualitas dan kelestarian yang kini menjadi salah satu syarat persaingan di era globalisasi.
II. PERSIAPAN LAHAN
- Untuk tanah pegunungan/miring buat teras.
- Kurangi/tambah pohon pelindung yang cepat tumbuh kira-kira 1:4 hingga 1: 8 dari jumlah tanaman kopi.
- Siapkan pupuk kandang matang sebanyak 25-50 kg, sebarkan Natural GLIO, diamkan satu minggu dan buat lobang tanam 60 x 60, atau 75 x 75 cm dengan jarak tanam 2,5x2,5 hingga 2,75 x 2,75 m minimal 2 bulan sebelum tanam
III. PEMBIBITAN
- Siapkan biji yang berkualitas dari pohon yang telah diketahui produksinya biasanya dari penangkar benih terpercaya.
- Buat kotak atau bumbunan tanah untuk persemaian dengan tebal lapisan pasir sekitar 5 cm.
- Buat pelindung dengan pelepah atau paranet dengan pengurangan bertahap jika bibit telah tumbuh
- Siram bibitan dengan rutin dengan melihat kebasahan tanah
- Bibit akan berkecambah kurang lebih 1 bulan, pilih bibit yang sehat dan lakukan pemindahan ke polibag dengan hati2 agar akar tidak putus pada umur bibit 2 -3 bulan sejak awal pembibitan
- Tambahkan pupuk NPK sebagai pupuk dasar (lihat tabel) hingga umur 12 bulan
- Siramkan SUPERNASA dosis 1 sendok makan per 10 liter air, ambil 250 ml per pohon dari larutan tersebut
- Setelah bibit umur 4 bulan semprotkan 2 tutup POC NASA per tangki sebulan sekali hingga umur bibit 7-9 bulan dan siap tanam
Tabel Dosis Pupuk Untuk Bibit Kopi
Umur (bln) | gr/m2 | ||
Urea | SP-36 | KCl | |
3 | 10 | 5 | 5 |
5 | 20 | 10 | 10 |
7 | 30 | 15 | 15 |
9 | 40 | 20 | 20 |
12 | 50 | 25 | 25 |
Catatan : Jenis dan dosis pupuk bisa sesuai dengan anjuran dinas pertanian setempat. Perhatikan kelembapan tanah agar bibit tidak terkena serangan karat daun.
IV. PENANAMAN
- Masukkan pupuk kandang dengan campuran tanah bagian atas saat penanaman bibit.
- Usahakan saat tanam sudah memasuki musim hujan.
- Lakukan penyiraman tanah setelah tanam
- Hindarkan resiko kematian tanaman baru dari gangguan ternak.
V. PENYULAMAN
- Lakukan penyulaman segera jika tanaman mati atau gejala pertumbuhannya tidak normal.
- Penyulaman dilakukan awal musim hujan
VI. PENYIRAMAN
Lakukan penyiraman jika tanah kering atau musim kemarau
VII. PEMUPUKAN- Pemupukan NPK diberikan dua kali setahun, yaitu awal dan akhir musim hujan.
- Setelah pemupukan sebaiknya disiram.
Jenis dan Dosis Pupuk Makro sesuai table.
Tahun | gr/pohon/tahun | ||
Urea | SP-36 | KCl | |
1 | 2 x 25 | 2 x 25 | 2 x 20 |
2 | 2 x 50 | 2 x 50 | 2 x 40 |
3 | 2 x 75 | 2 x 70 | 2 x 40 |
4 | 2 x 100 | 2 x 90 | 2 x 40 |
5 - 10 | 2 x 150 | 2 x 130 | 2 x 60 |
> 10 | 2 x 200 | 2 x 175 | 2 x 80 |
Catatan : Jenis dan Dosis pupuk sesuai dengan jenis tanah atau rekomendasi dinas pertaniam setempat
Cara pemupukan dibuat lubang kecil mengelilingi tanaman sejauh ¾ lebar tajuk, pupuk dimasukan dan ditutup tanah.
Akan lebih baik ditambah pupuk organik SUPERNASA dosis 1 botol untuk ± 200 tanaman . 1 botol SUPERNASA diencerkan dalam 2 liter (2000 ml) air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 1 liter air diberi 10 ml larutan induk tadi untuk penyiraman setiap pohon atau siram atau kocorkan SUPERNASA 1 sendok makan per 10 liter air setiap 3-6 bulan sekali.
Semprotkan POC NASA 3-4 tutup + HORMONIK 1-2 tutup per tangki setiap 1 bulan sekali
VIII. PEMANGKASAN
Lakukan pemangkasan rutin setelah berakhirnya masa panen (pangkas berat) untuk mengatur bentuk pertumbuhan, mengurangi cabang tunas air (wiwilan), mengurangi penguapan dan bertujuan agar terbentuk bunga, serta perbaikan bagian tanaman yang rusak.
Pemangkasan pada awal atau akhir musim hujan setelah pemupukan
IX. PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
A. H A M A
1. Bubuk buah kopi (Stephanoderes hampei) serangan di penyimpanan buah maupun saat masih di kebun . Pencegahan dengan PESTONA atau BVR secara bergantian
2. Penggerek cabang coklat dan hitam (Cylobarus morigerus dan Compactus ) menyerang ranting dan cabang. Pencegahan dengan PESTONA.
3. Kutu dompolan (Pseudococcus citri) menyerang kuncup bunga, buah muda, ranting dan daun muda, pencegahan gunakan PESTONA, BVR atau PENTANA.+ AERO 810 secara bergantian
B. PENYAKIT
1. Penyakit karat daun disebabkan oleh Hemileia vastatrix , preventif semprotkan Natural GLIO
2. Penyakit Jamur Upas disebabkan oleh Corticium salmonicolor : Kurangi kelembaban , kerok dan preventif oleskan batang/ranting dengan Natural GLIO + POC NASA
3. Penyakit akar hitam penyebab Rosellina bunodes dan R. arcuata. Ditandai dengan daun kuning, layu, menggantung dan gugur. preventif dengan Natural GLIO
4. Penyakit akar coklat penyebabnya : Fomes lamaoensis atau Phellinus lamaoensis preventif dengan Natural GLIO
5. Penyakit bercak coklat pada daun oleh Cercospora cafeicola Berk et Cooke pencegahan dengan Natural GLIO
6. Penyakit mati ujung pada ranting.Penyebabnya Rhizoctonia .Preventif gunakan Natural GLIO.
Catatan : Jika pengendalian hama dan penyakit dengan pestisida alami belum mengatasi, sebagai alternative terakhir bisa digunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata Pembasah AERO 810 dosis 0,5 tutup botol per tangki
X. P A N E N
Kopi akan berproduksi mulai umur 2,5 tahun jika dirawat dengan baik dan buah telah menunjukkan warna merah yang meliputi sebagian besar tanaman, dan dilakukan bertahap sesuai dengan masa kemasakan buah.
XI. PENGOLAHAN HASIL
Agar dipersiapkan terlebih dahulu tempat penjemuran, pengupasan kulit dan juga penyimpanan hasil panen agar tidak rusak akibat hama pasca panen. Buah panenan harus segera diproses maksimal 20 jam setelah petik untuk mendapatkan hasil yang baik.
Penyebab Kerusakan Kopi Beras :
1. Biji keriput : asal buah masih muda
2. Biji berlubang :kopi terserang bubuk
3. Biji kemerahan : Kurang bersih mencucinya
4. Biji pecah : mesin pengupas kurang sempurna, berasal dari buah yang terserang bubuk, pada saat pengupasan dengan mesin kopi terlalu kering.
5. Biji pecah diikuti oleh perubahan warna: mesin penguap dan pemisah kulit dengan biji kurang sempurna, fermentasi pada pengolahan basah kurang sempurna.
6. Biji belang : pengeringan tidak sempurna, terlalu lama disimpan , suhu penyimpanan terlalu lembab.
7. Biji Pucat : terlalu lama disimpan di tempat lembab
8. Biji berkulit ari : Pengeringan tidak sempurna atau terlalu lama, pada pengeringan buatan suhu awal terlalu rendah.
9. Biji berwarna kelabu hitam : pada pengeringan buatan suhunya terlalu tinggi.
10. Noda-noda cokelat hitam : pada pengeringan buatan, kopi tidak sering diaduk/dibolak-balik.
Rabu, 27 Juni 2012
Stabilitas Warna Daging Sapi Modified Atmosphere (MA)
Stabilitas warna daging sapi dengan modified atmosphere (MA) vakum atau oksigen tinggi
Jurnal: Colour stability of steaks from large beef cuts aged under vacuum or high oxygen modified atmosphere (Gunilla Lindahl-Department of Food Science, Swedish University of Agricultural Sciences, P.O. Box 7051, SE-750 07 Uppsala, Sweden)
Review: Pengemasan daging sapi kecil-kecil pada modified atmosphere (MA) dengan komponen oksigen tinggi digunakan dengan tujuan untuk mempertahankan warna merah daging, yang disukai oleh konsumen. Kadar oksigen yang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas warna minium adalah 55% dan 70-80% luasnya digunakan dalam pengemasan MA. Sekitar 20-30% CO2 akan membantu untuk memperpanjang stabilitas warna karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pada waktu yang lama stabilitas warna pada MA jika dibandingkan dengan udara berdasarkan bentuknya akan ada lapisan oxymyoglobin (OxyMb) tebal pada permukaan daging sapi yang menutupi lapisan metmyoglobin (MetMb). Potongan daging besar biasanya langsung dikemas dalam vakum sebelum dipotong kecil-kecil dan dikemas dalam oxygen MA tinggi atau pengemasan vakum atau didiamkan dalam udara. Hal ini diketahui bahwa umur postmortem akan menghasilkan warna dan stabilitas warna daging sapi akan merubah konsumsi oksigen dan aktivitas metmyoglobin akan menghilang pada daging. Ini akan menyebabkan perbedaan warna setiap potongan daging sapi. Potongan daging M. longissimus dorsi (LD) mempunyai stabilitas warna yang sangat tinggi, namun M. semimembranosus (SM) memounyai stabilitas warna yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas umur daging potongan besar pada high-oxygen MA untuk penjualan eceran tanpa pengemasan ulang dengan melihat daya mengikat air, nilai keempukan, proteolisis dan degradasi protein. Berdasarkan sisi lain dilihat juga stabilitas warna di udara mengenai yang terjadi saat pengemasan dengan daging potongan besar yang dibuka dan dipotong menjadi steak.
Materi yang digunakan adalah sepuluh sapi Swedish Holstein jantan yang diperlakukan sama dalam kandang penggemukan. Semua ternak berasal dari peternakan yang sama dan diberi pakan yang sama. Berat karkas berkisar antara 288 sampai 315 kg digantung dan disimpan dalam chilling room pada suhu 4C selama satu malam. Potongan komersial dibagi menjasi lima potong (LD) 10 cm atau 4 cm sebanyak 10 potong (SM) per ternak. Dilakukan sepuluh perbedaan perlakuan yaitu tidak ada pelayuan, pelayuan hanya dalam vakum (V) selama 5,15 atau 25 hari, pelayuan dengan high oxygen modified atmosphere (M) dengan 80% O2+20% CO2 selama 5 atau 10 days atau pelayuan dalam V selama 5 atau 15 hari diikuti M selama 5 or 10 hari. Setelah perlakuan pelayuan, steak dipotong hingga permukaan dalam, sehingga semua bagian terkena udara dan disimpan dalam udara dengan suhu 4C selama 5 hari dalam ruang gelap.
Pengukuran warna menggunakan Minolta CM-2500d spektofotometer dengan refleksi, diamter lubang lensa 8 mm, iluminan D65, 10 standar penelitian dan CIE pengukuran warna. Stabilitas warna akan dinilai melalui pengulangan pengukuran pada steak yang sama setelah 1 sampai 3 jam dan 1 hari selama 5 hari disimpan dalam udara. Akan ada nilai deoxymyoglobin yang diperkirakan dengan perbandingan-perbandingan yang dihitung dengan interpolasi linier dari nilai refleksi. Kadar pigmen dianalisis menggunakan metode Nit 409 dengan modifikasi, Kadar pigmen akan dihitung dari kurva standar dengan myoglobin yang ditampilkan dengan mg myoglobin/g berat basah daging sapi.Analisis statistik dihitung menggunakan analisis statistik system versi 9.1. Statistik yang dianalisis adalah parameter warna (termasuk waktu pelayuan), waktu penyimpanan dan kejadian serta kesalahan yang terjadi.
Kadar myoglobin antara daging LD dan SM tidak terdapat perbedaan yang nyata diantara kedua daging sapi. Stabilitas warnadaging steak LD dan SM selama penyimpanan diudara dievalluai nilainya dan hubungan antara kadar OxyMb dan MetMb. Perubahan warna sangat signifikan dipengarui oleh sistem pelayuan dan penyimpanan udara pada suhu 4C dan interaksi antara sistem pelayuan dengan waktu penyimpanan.
Antara pelayuan sistem dan waktu pelayuan mempengaruhi stabilitas warna dari daging steak, potongan besar LD dan SM selama penyimpanan di udara setelah pelayuan. Untuk pelayuan dengan waktu singkat, 5 sampai 10 hari, daging potongan besar dapat dilayukan dengan high oxygen MA tanpa adanya efek negatif, dibandingkan dengan pelayuan vakum yang akan mempengaruhi warna steak setelah pelayuam. Terlalu lama pelayuan akan menurunkan stabilitas warna. Pelayuan vakum lebih baik digunakan selama 5 sampai 15 hari diikuti dengan high oxygen MA. Steak LD dan SD (dua hari postmortem) tidak dilayukan dan disimpan diudara akan mempunyai stabilitas warna yang paling rendah.
Anastasha Renate
(IPB - D14090026)
Jurnal: Colour stability of steaks from large beef cuts aged under vacuum or high oxygen modified atmosphere (Gunilla Lindahl-Department of Food Science, Swedish University of Agricultural Sciences, P.O. Box 7051, SE-750 07 Uppsala, Sweden)
Review: Pengemasan daging sapi kecil-kecil pada modified atmosphere (MA) dengan komponen oksigen tinggi digunakan dengan tujuan untuk mempertahankan warna merah daging, yang disukai oleh konsumen. Kadar oksigen yang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas warna minium adalah 55% dan 70-80% luasnya digunakan dalam pengemasan MA. Sekitar 20-30% CO2 akan membantu untuk memperpanjang stabilitas warna karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pada waktu yang lama stabilitas warna pada MA jika dibandingkan dengan udara berdasarkan bentuknya akan ada lapisan oxymyoglobin (OxyMb) tebal pada permukaan daging sapi yang menutupi lapisan metmyoglobin (MetMb). Potongan daging besar biasanya langsung dikemas dalam vakum sebelum dipotong kecil-kecil dan dikemas dalam oxygen MA tinggi atau pengemasan vakum atau didiamkan dalam udara. Hal ini diketahui bahwa umur postmortem akan menghasilkan warna dan stabilitas warna daging sapi akan merubah konsumsi oksigen dan aktivitas metmyoglobin akan menghilang pada daging. Ini akan menyebabkan perbedaan warna setiap potongan daging sapi. Potongan daging M. longissimus dorsi (LD) mempunyai stabilitas warna yang sangat tinggi, namun M. semimembranosus (SM) memounyai stabilitas warna yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas umur daging potongan besar pada high-oxygen MA untuk penjualan eceran tanpa pengemasan ulang dengan melihat daya mengikat air, nilai keempukan, proteolisis dan degradasi protein. Berdasarkan sisi lain dilihat juga stabilitas warna di udara mengenai yang terjadi saat pengemasan dengan daging potongan besar yang dibuka dan dipotong menjadi steak.
Materi yang digunakan adalah sepuluh sapi Swedish Holstein jantan yang diperlakukan sama dalam kandang penggemukan. Semua ternak berasal dari peternakan yang sama dan diberi pakan yang sama. Berat karkas berkisar antara 288 sampai 315 kg digantung dan disimpan dalam chilling room pada suhu 4C selama satu malam. Potongan komersial dibagi menjasi lima potong (LD) 10 cm atau 4 cm sebanyak 10 potong (SM) per ternak. Dilakukan sepuluh perbedaan perlakuan yaitu tidak ada pelayuan, pelayuan hanya dalam vakum (V) selama 5,15 atau 25 hari, pelayuan dengan high oxygen modified atmosphere (M) dengan 80% O2+20% CO2 selama 5 atau 10 days atau pelayuan dalam V selama 5 atau 15 hari diikuti M selama 5 or 10 hari. Setelah perlakuan pelayuan, steak dipotong hingga permukaan dalam, sehingga semua bagian terkena udara dan disimpan dalam udara dengan suhu 4C selama 5 hari dalam ruang gelap.
Pengukuran warna menggunakan Minolta CM-2500d spektofotometer dengan refleksi, diamter lubang lensa 8 mm, iluminan D65, 10 standar penelitian dan CIE pengukuran warna. Stabilitas warna akan dinilai melalui pengulangan pengukuran pada steak yang sama setelah 1 sampai 3 jam dan 1 hari selama 5 hari disimpan dalam udara. Akan ada nilai deoxymyoglobin yang diperkirakan dengan perbandingan-perbandingan yang dihitung dengan interpolasi linier dari nilai refleksi. Kadar pigmen dianalisis menggunakan metode Nit 409 dengan modifikasi, Kadar pigmen akan dihitung dari kurva standar dengan myoglobin yang ditampilkan dengan mg myoglobin/g berat basah daging sapi.Analisis statistik dihitung menggunakan analisis statistik system versi 9.1. Statistik yang dianalisis adalah parameter warna (termasuk waktu pelayuan), waktu penyimpanan dan kejadian serta kesalahan yang terjadi.
Kadar myoglobin antara daging LD dan SM tidak terdapat perbedaan yang nyata diantara kedua daging sapi. Stabilitas warnadaging steak LD dan SM selama penyimpanan diudara dievalluai nilainya dan hubungan antara kadar OxyMb dan MetMb. Perubahan warna sangat signifikan dipengarui oleh sistem pelayuan dan penyimpanan udara pada suhu 4C dan interaksi antara sistem pelayuan dengan waktu penyimpanan.
Antara pelayuan sistem dan waktu pelayuan mempengaruhi stabilitas warna dari daging steak, potongan besar LD dan SM selama penyimpanan di udara setelah pelayuan. Untuk pelayuan dengan waktu singkat, 5 sampai 10 hari, daging potongan besar dapat dilayukan dengan high oxygen MA tanpa adanya efek negatif, dibandingkan dengan pelayuan vakum yang akan mempengaruhi warna steak setelah pelayuam. Terlalu lama pelayuan akan menurunkan stabilitas warna. Pelayuan vakum lebih baik digunakan selama 5 sampai 15 hari diikuti dengan high oxygen MA. Steak LD dan SD (dua hari postmortem) tidak dilayukan dan disimpan diudara akan mempunyai stabilitas warna yang paling rendah.
Anastasha Renate
(IPB - D14090026)
Senin, 25 Juni 2012
kebutuhan pemberian kapur pertanian sesuai dengan derajat keasaman kolam ikan
kebutuhan pemberian kapur pertanian sesuai dengan derajat keasaman kolam ikan
- bila ph (derajat keasaman) kolam nilai nya 6 - 7 maka dosis kapur yang diberikan adalah 0,3 - 0,5 ton/ha
- bila ph (derajat keasaman) kolam nilai nya 5 - 6 maka dosis kapur yang diberikan adalah 0,5 - 1,5 ton/ha
- bila ph (derajat keasaman) kolam nilai nya 4 - 5 maka dosis kapur yang diberikan adalah 1,0 - 1,5 ton/ha
- bila ph (derajat keasaman) kolam nilai nya 3 - 4 maka dosis kapur yang diberikan adalah 2,0 - 4,0 ton/ha
(Handajani H. dan Hastuti, S.D. 2002)
- bila ph (derajat keasaman) kolam nilai nya 6 - 7 maka dosis kapur yang diberikan adalah 0,3 - 0,5 ton/ha
- bila ph (derajat keasaman) kolam nilai nya 5 - 6 maka dosis kapur yang diberikan adalah 0,5 - 1,5 ton/ha
- bila ph (derajat keasaman) kolam nilai nya 4 - 5 maka dosis kapur yang diberikan adalah 1,0 - 1,5 ton/ha
- bila ph (derajat keasaman) kolam nilai nya 3 - 4 maka dosis kapur yang diberikan adalah 2,0 - 4,0 ton/ha
(Handajani H. dan Hastuti, S.D. 2002)
Minggu, 24 Juni 2012
fungsi pengapuran pada kolam ikan dan jenis kapur yang digunakan
Tujuan Pengapuran pada kolam budidaya ikan
1. Untuk menaikan pH tanah
2. Mempercepat dekomposisi sisa bahan organik menjadi nutrien
3. memberantas hama penyakit ikan
4. Mengikat Zarah lumpur yang melayang-layang dalam air sehingga air bisa menjadi jernih
5. Mengikat kelebihan CO2 yang dihasilkan proses respirasi /pernapasan ikan maupun jasad renik dan penguraian limbah organik
jenis kapur yang dipakai meliputi
1. kapur pertanian (CaCO3)
2. Kapur Tohor (CaO)
3. Kapur Mati Ca(OH)2
4. Dolomite CaMg(CO3)2
1. Untuk menaikan pH tanah
2. Mempercepat dekomposisi sisa bahan organik menjadi nutrien
3. memberantas hama penyakit ikan
4. Mengikat Zarah lumpur yang melayang-layang dalam air sehingga air bisa menjadi jernih
5. Mengikat kelebihan CO2 yang dihasilkan proses respirasi /pernapasan ikan maupun jasad renik dan penguraian limbah organik
jenis kapur yang dipakai meliputi
1. kapur pertanian (CaCO3)
2. Kapur Tohor (CaO)
3. Kapur Mati Ca(OH)2
4. Dolomite CaMg(CO3)2
Validasi Metode Analisis Morfolina dalam Kosmetik dengan GC-MS
Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang digunakan pada bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambahkan daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Iswari 2007).
Komposisi utama dari kosmetik adalah bahan dasar yang berkhasiat, bahan aktif dan ditambah bahan tambahan lain seperti bahan pewarna, bahan pewangi, pada pencampuran bahan-bahan tersebut harus memenuhi kaidah pembuatan kosmetik termasuk farmakologi, kimia teknik dan lainnya (Wasitaatmadja 1997). Bahan-bahan yang dipergunakan dalam kosmetika kerap kali memberikan dampak buruk bagi kesehatan konsumennya. Bahan tersebut digolongkan menjadi bahan berbahaya, bahan yang dilarang serta bahan yang diizinkan dengan jumlah kadar yang tertentu.
Salah satu bahan berbahaya yang berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.42.1018 Tentang Bahan Kosmetik yaitu morfolina. Morfolina digunakan di Amerika Serikat untuk industri kosmetik. Data yang diserahkan kepada US Food and Drug Administration (USFDA) pada tahun 1981 dan 1986 (Cosmetic Ingredient Review 1989) dan tahun 1991 (Cosmetic Ingredient Review 1991) menunjukkan bahwa setidaknya di Amerika Serikat, morfolina masih digunakan dalam produk kosmetik.
Morfolina digunakan di dalam 38 produk kosmetik termasuk eyeliner, eye shadow, maskara dan perawatan kulit. Penggunaan terbesar morfolina di maskara yaitu 32 produk. Morfolina digunakan di beberapa negara dalam produk kosmetik sebagai surfaktan dan emulsifier pada konsentrasi hingga 5% (Cosmetic Ingredient Review 1989). Jenis kosmetik yang dianalisis pada percobaan ini yaitu eyeliner. Eyeliner digunakan kaum hawa untuk memperindah bentuk mata, terutama untuk mata kecil (Listiyani 2011).
Validasi metode analisis morfolina dilakukan menggunakan kromatografi gas dan spektrometer massa atau yang lebih dikenal sebagai GC-MS. Validasi metode merupakan proses yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan bahwa karakteristik kinerja metode itu memenuhi persyaratan aplikasi analitik yang dimaksudkan (Badan POM 2003).
Terdapat beberapa parameter validasi analisis yang dievaluasi antara lain akurasi, presisi, selektivitas, batas deteksi dan batas kuantitasi, kelinearan, dan kekuatan (robustness). Alat GC-MS dikondisikan sebaik mungkin sesuai dengan senyawa yang akan dideteksi sehingga memperoleh puncak morfolina dengan sedikit pengotor. (Indah Mayasari)
Langganan:
Postingan (Atom)