fish disease: vibriosis in fish
Cause: Vibrio alginolyticus, V. parahaemolyticus, V. vulnificus, V. ordalii, etc..
Bio - Ecology Pathogens
• Bacteria in sea water ecosystems, and vibirosis still
is a major problem for marine fish farming industry.
• The case of vibriosis can occur throughout the year, but commonly associated with stress due to handling, high density or changes in extreme weather.
• The death rate of fish at the larval stage up to the size
fingerlings are attacked by the bacteria may reach 80-90%.
Clinical Symptoms:
• Weak, loss of appetite, swim in the water surface, and opaque color.
• Inflammation of the rectum, gills, mouth, base of fin, followed by bleeding and blisters on the surface of the body, as well as open wounds.
• In advanced infection of bleeding in the mouth and base of fins, excess mucus in the gills, dropsy, pale liver color. and eyes swollen.
Diagnosis
• Isolation and identification of bacteria through a bio-chemical tests
Control:
• Disinfection of aquaculture facilities before and during the maintenance of fish
• Giving immunostimulan element (eg addition of
vitamin C in feed) are routinely during maintenance
• Avoiding the occurrence of stress (physical, chemical, biological)
• Management of fish health in an integrated (fish, environment and pathogens)
• Limit and / or regulate feeding and mixing of feed with drugs (medicated feed and feed restriction)
• Conducting anti-vibriosis vaccination.
source: Ministry of Maritime Affairs and Fisheries of Indonesia, Directorate General of Aquaculture, Fish and Environmental Health Directorate, 2010
Minggu, 29 Mei 2011
Sabtu, 28 Mei 2011
Penyakit ikan Vibriosis pada ikan
Vibriosis pada ikan
Penyebab : Vibrio alginolyticus, V. parahaemolyticus, V. vulnificus, V. ordalii, dll.
Bio - Ekologi Patogen
• Bakteri pada ekosistem air laut, dan vibirosis masih
merupakan masalah utama bagi industri budidaya ikan laut.
• Kasus Vibriosis dapat terjadi sepanjang tahun, namun umumnya terkait dengan stress akibat penanganan, kepadatan tinggi ataupun perubahan cuaca yang ekstrim.
• Tingkat kematian ikan pada stadia larva hingga ukuran
fingerling yang terserang bakteri ini dapat mencapai 80-90%.
Gejala Klinis :
• Lemah, hilang nafsu makan, berenang di permukaan air, dan warna kulit buram.
• Inflamasi pada anus, insang, mulut, pangkal sirip, yang diikuti dengan perdarahan dan lepuh pada permukaan tubuh, serta luka terbuka.
• Pada infeksi lanjut terjadi perdarahan pada mulut dan pangkal sirip, ekses lendir pada insang, dropsy, warna hati pucat. dan mata membengkak.
Diagnosa
• Isolasi dan identifikasi bakteri melalui uji bio-kimia
Pengendallan :
• Desinfeksi sarana budidaya sebelum dan selama proses pemeliharaan ikan
• Pemberian unsur immunostimulan (misalnya penambahan
vitamin C pada pakan) secara rutin selama pemeliharaan
• Menghindari terjadinya stress (fisik, kimia, biologi)
• Pengelolaan kesehatan ikan secara terpadu (ikan, lingkungan dan patogen)
• Membatasi dan/atau mengatur pemberian pakan dan mencampur pakan dengan obat-obatan (medicated feed and feed restriction)
• Melakukan vaksinasi anti vibriosis.
sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Direktorat Kesehatan ikan dan Lingkungan, 2010
Minggu, 15 Mei 2011
fish disease: Enteric Septicemia of Catfish (ESC)
fish disease: Enteric Septicemia of Catfish (ESC)
Cause: Edwarsiella ictaluri
Bio-Ecology Pathogens:
• rod-shaped bacteria, gram-negative character moves with the aid of flagella. does not form spores or capsules and are facultative anaerobes.
• Originally known to only infect fish cannel catfish, but the latter is known to infect other fish species such as catfish, catfish, and eel. Experimentally, several types of fish such as trout, tilapia, salmon and ornamental fish can also be infected with this bacteria.
• Transmission of horizontally ie contact between the host or through the water.
• Case ESC generally occurs when water temperatures are relatively warm (22-28 degrees Celsius), but at water temperatures below 20 degrees Celsius or above 30 degrees centigrade, this bacteria is decreased malignancy.
Clinical Symptoms
• Weak, loss of appetite. color pale gills, sometimes protruding eyes and / or abdominal swelling (dropsy)
• Often, too, found the existence of petechiae (red spots) on the body part that is not pigmented (under the chin, stomach or at the base of the fin)
• Swim in the water or the pool with his head pointing up
• Before dying, the fish usually swim like a spastic and / or swim like a spiral spin
• There are white patches on internal organs (liver, spleen, kidney, d1l.)
Diagnosis
• Isolation and identification of bacteria through bio-chemical tests.
• Detection of bacterial genes by polymerase chain reaction (PCR)
Control:
• Avoiding the occurrence of stress (physical, chemical, biological)
• Improve overall water quality, particularly reducing the levels of dissolved organic material and / or increase the frequency of replacement of new water
• Management of fish health in an integrated (fish, environment and pathogens)
• Limit and / or regulate feeding and mixing of feed with drugs (medicated feed and feed restriction)
• Conducting anti-Edwardsiella ictaluri vaccine.
source: Ministry of Maritime Affairs and Fisheries of Indonesia, Directorate General of Aquaculture, Fish and Environmental Health Directorate, 2010
Cause: Edwarsiella ictaluri
Bio-Ecology Pathogens:
• rod-shaped bacteria, gram-negative character moves with the aid of flagella. does not form spores or capsules and are facultative anaerobes.
• Originally known to only infect fish cannel catfish, but the latter is known to infect other fish species such as catfish, catfish, and eel. Experimentally, several types of fish such as trout, tilapia, salmon and ornamental fish can also be infected with this bacteria.
• Transmission of horizontally ie contact between the host or through the water.
• Case ESC generally occurs when water temperatures are relatively warm (22-28 degrees Celsius), but at water temperatures below 20 degrees Celsius or above 30 degrees centigrade, this bacteria is decreased malignancy.
Clinical Symptoms
• Weak, loss of appetite. color pale gills, sometimes protruding eyes and / or abdominal swelling (dropsy)
• Often, too, found the existence of petechiae (red spots) on the body part that is not pigmented (under the chin, stomach or at the base of the fin)
• Swim in the water or the pool with his head pointing up
• Before dying, the fish usually swim like a spastic and / or swim like a spiral spin
• There are white patches on internal organs (liver, spleen, kidney, d1l.)
Diagnosis
• Isolation and identification of bacteria through bio-chemical tests.
• Detection of bacterial genes by polymerase chain reaction (PCR)
Control:
• Avoiding the occurrence of stress (physical, chemical, biological)
• Improve overall water quality, particularly reducing the levels of dissolved organic material and / or increase the frequency of replacement of new water
• Management of fish health in an integrated (fish, environment and pathogens)
• Limit and / or regulate feeding and mixing of feed with drugs (medicated feed and feed restriction)
• Conducting anti-Edwardsiella ictaluri vaccine.
source: Ministry of Maritime Affairs and Fisheries of Indonesia, Directorate General of Aquaculture, Fish and Environmental Health Directorate, 2010
Sabtu, 14 Mei 2011
Enteric Septicemia of Catfish (ESC)
Enteric Septicemia of Catfish (ESC)
Penyebab : Edwarsiella ictaluri
Bio-Ekologi Patogen :
• Bakteri berbentuk batang, bersifat gram negatif bergerak dengan bantuan flagella. tidak membentuk spora atau kapsul dan bersifat fakultatif anaerob.
• Awalnya diketahui hanya menginfeksi ikan cannel catfish, namun belakangan diketahui dapat menginfeksi jenis ikan lainnya seperti: lele, patin, dan sidat. Secara eksperimental, beberapa jenis ikan seperti trout, nila, salmon dan ikan hias juga dapat terinfeksi jenis bakteri ini.
• Penularan secara horizontal yaitu kontak antar inang atau melalui air.
• Kasus ESC umumnya terjadi pada saat suhu air relatif hangat (22-28 derajat celcius), namun pada saat suhu air di bawah 20 derajat celcius atau di atas 30 derajat celcius, keganasan bakteri ini sangat menurun.
Gejala Klinis
• Lemah, hilang nafsu makan. warna insang pucat, terkadang mata menonjol dan/atau perut bengkak (dropsy)
• Sering pula ditemukan adanya petechiae (bintik-bintik merah) pada bagian tubuh yang tidak berpigmen (di bawah dagu, perut atau di pangkal sirip)
• Berenang di permukaan air atau di tepi kolam dengan kepala mengarah ke atas
• Sebelum mati, biasanya ikan berenang seperti kejang dan/atau berenang berputar seperti spiral
• Terdapat bercak-bercak putih pada organ dalam (hati, limfa, ginjal, d1l.)
Diagnosa
• Isolasi dan identifikasi bakteri melalui uji bio-kimia.
• Deteksi gen bakteri melalui teknik polymerase chain reaction (PCR)
Pengendalian:
• Menghindari terjadinya stress (fisik, kimia, biologi)
• Memperbaiki kualitas air secara keseluruhan, terutama mengurangi kadar bahan organik terlarut dan/atau meningkatkan frekuensi penggantian air baru
• Pengelolaan kesehatan ikan secara terpadu (ikan, lingkungan dan patogen)
• Membatasi dan/atau mengatur pemberian pakan dan mencampur pakan dengan obat-obatan (medicated feed and feed restriction)
• Melakukan vaksinasi anti Edwardsiella ictaluri.
sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Direktorat Kesehatan ikan dan Lingkungan, 2010
Penyebab : Edwarsiella ictaluri
Bio-Ekologi Patogen :
• Bakteri berbentuk batang, bersifat gram negatif bergerak dengan bantuan flagella. tidak membentuk spora atau kapsul dan bersifat fakultatif anaerob.
• Awalnya diketahui hanya menginfeksi ikan cannel catfish, namun belakangan diketahui dapat menginfeksi jenis ikan lainnya seperti: lele, patin, dan sidat. Secara eksperimental, beberapa jenis ikan seperti trout, nila, salmon dan ikan hias juga dapat terinfeksi jenis bakteri ini.
• Penularan secara horizontal yaitu kontak antar inang atau melalui air.
• Kasus ESC umumnya terjadi pada saat suhu air relatif hangat (22-28 derajat celcius), namun pada saat suhu air di bawah 20 derajat celcius atau di atas 30 derajat celcius, keganasan bakteri ini sangat menurun.
Gejala Klinis
• Lemah, hilang nafsu makan. warna insang pucat, terkadang mata menonjol dan/atau perut bengkak (dropsy)
• Sering pula ditemukan adanya petechiae (bintik-bintik merah) pada bagian tubuh yang tidak berpigmen (di bawah dagu, perut atau di pangkal sirip)
• Berenang di permukaan air atau di tepi kolam dengan kepala mengarah ke atas
• Sebelum mati, biasanya ikan berenang seperti kejang dan/atau berenang berputar seperti spiral
• Terdapat bercak-bercak putih pada organ dalam (hati, limfa, ginjal, d1l.)
Diagnosa
• Isolasi dan identifikasi bakteri melalui uji bio-kimia.
• Deteksi gen bakteri melalui teknik polymerase chain reaction (PCR)
Pengendalian:
• Menghindari terjadinya stress (fisik, kimia, biologi)
• Memperbaiki kualitas air secara keseluruhan, terutama mengurangi kadar bahan organik terlarut dan/atau meningkatkan frekuensi penggantian air baru
• Pengelolaan kesehatan ikan secara terpadu (ikan, lingkungan dan patogen)
• Membatasi dan/atau mengatur pemberian pakan dan mencampur pakan dengan obat-obatan (medicated feed and feed restriction)
• Melakukan vaksinasi anti Edwardsiella ictaluri.
sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Direktorat Kesehatan ikan dan Lingkungan, 2010
Koi Kian Diminati Masyarakat
Koi Kian Diminati Masyarakat
Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Asosiasi Pecinta Koi Indonesia, klub-klub pecinta koi dan seluruh stakeholder koi belakangan ini terus secara kontinyu berupaya mendorong pengembangan koi Indonesia. Hal ini tak lain agar koi dapat dijadikan industri lokal yang mampu menjadi alternative sumber pendapatan baru bagi masyarakat.
Salah satu upaya pengembangan koi tersebut adalah melalui pelaksanakan even-event kontes yang dilakukan secara rutin. Even kontes secara tak langsung akan memperkenalkan sekaligus sebagai ajang promosi koi tersebut. Untuk tahun ini, kontes koi tersebut dilakukan di Surabaya. Kegiatan kontes yang diikuti tak kurang dari 150 peserta ikut kontes di event tersebut.
Pemerintah maupun swasta kian menyadari bahwa untuk menampung komoditas koi yang makin diminati itu perlu wadah tersendiri. Sebagai contoh di Kabupaten Blitar, beberapa tahun belakangan ini yang telah berhasil mengembangkan jenis ikan koi yang memiliki harga cukup baik. Jenis ikan koi produksi Kabupaten Blitar tersebut adalah jenis asagi, hikari muji, koromo, sanke, showa, king gin rin, kowari mono, bekko, kohaku, tanco, hikari utsuri, gosiki dan utsuri mono yang harganya dapat mencapai ratusan hingga jutaan rupiah.
Menurut Dirjen Perikanan Budidaya, pada acara pembukaan acara 7th All Indonesian Young Koi Show, di Surabaya pada April 2011 lalu, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) senantiasa berupaya membangun serta menciptakan iklim usaha yang baik dengan pendekatan sistem agribisnis dari mulai penyediaan induk, sarana dan prasarana, termasuk menciptakan pola-pola kemitraan yang sehat antara swasta dan mayarakat (pembudidaya ikan, pemasar, hobbies dan eksportir yang kian hari diharapkan dapat meningkat.
Hal ini sengaja dilakukan mengingat pasar ikan hias sangat menjanjikan, Dirjen mengingatkan bahwa, dari data perdagangan ikan hias dunia tahun 2009, Indonesia baru menguasai 7,5% pangsa pasar ikan hias. Masih kalah jauh dari Singapura yang mencapai 22,5% perdagangan ikan hias dunia.
Sedangkan potensi yang ada di Indonesia sangat besar, Dirjen DJPB menjelaskan, kalau mau melihat data, potensi eskpor ikan hias Indonesia diperkirakan mencapai US $60 juta sampai US $ 65 juta. Dengan jumlah species ikan hias air tawar sebanyak 450 species dari total 1.100 species ikan hias air tawar dunia. “sedangkan untuk ikan hias air laut, Indonesia memiliki lebih dari 700 jenis species yang sebagaian besar hanya terdapat di Indonesia.
Potensi ikan hias, kata Dirjen, apabila ditangani secara serius, maka Indonesia akan mampu berbicara banayak di pasar Internasional baik untuk ikan hias air tawar maupun air laut. Oleh karena itu, KKP sangat serius untuk mengembangkan ikan hias Indonesia.
Sedangkan sentra produksi ikan hias tersebar di beberapa daerah di Indonesia, seperti Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara. “Khusus untuk ikan Koi, sentra produksi di wilayah Jawa Timur, Jawa Barat, DI Yogyakarta” kata Dirjen.
Pemerintah berharap, Asosiasi Ikan Hias Indonesia dapat menyumbangkan kontribusi pengalaman, kapabilitas dan profesionalitasnya dalam mengembangkan ikan hias Indonesia serta terus menerus melakukan upaya-upaya menggairahkan bisnis ikan hias nasional seperti kontes, pameran, bursa, perluasan area pasar dan juga dapat mengedukasi masyarakat dalam mengembangkan ikan hias secara benar melalui pelatihan pembudidayaan. Sehingga ikan hias Indonesia dapat menjadi salah satu pilar ekonomi nasional dengan pengelolaan yang baik dalam menghasilkan komoditas ikan hias yang trend di pasar. (rd)
sumber : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id
Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Asosiasi Pecinta Koi Indonesia, klub-klub pecinta koi dan seluruh stakeholder koi belakangan ini terus secara kontinyu berupaya mendorong pengembangan koi Indonesia. Hal ini tak lain agar koi dapat dijadikan industri lokal yang mampu menjadi alternative sumber pendapatan baru bagi masyarakat.
Salah satu upaya pengembangan koi tersebut adalah melalui pelaksanakan even-event kontes yang dilakukan secara rutin. Even kontes secara tak langsung akan memperkenalkan sekaligus sebagai ajang promosi koi tersebut. Untuk tahun ini, kontes koi tersebut dilakukan di Surabaya. Kegiatan kontes yang diikuti tak kurang dari 150 peserta ikut kontes di event tersebut.
Pemerintah maupun swasta kian menyadari bahwa untuk menampung komoditas koi yang makin diminati itu perlu wadah tersendiri. Sebagai contoh di Kabupaten Blitar, beberapa tahun belakangan ini yang telah berhasil mengembangkan jenis ikan koi yang memiliki harga cukup baik. Jenis ikan koi produksi Kabupaten Blitar tersebut adalah jenis asagi, hikari muji, koromo, sanke, showa, king gin rin, kowari mono, bekko, kohaku, tanco, hikari utsuri, gosiki dan utsuri mono yang harganya dapat mencapai ratusan hingga jutaan rupiah.
Menurut Dirjen Perikanan Budidaya, pada acara pembukaan acara 7th All Indonesian Young Koi Show, di Surabaya pada April 2011 lalu, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) senantiasa berupaya membangun serta menciptakan iklim usaha yang baik dengan pendekatan sistem agribisnis dari mulai penyediaan induk, sarana dan prasarana, termasuk menciptakan pola-pola kemitraan yang sehat antara swasta dan mayarakat (pembudidaya ikan, pemasar, hobbies dan eksportir yang kian hari diharapkan dapat meningkat.
Hal ini sengaja dilakukan mengingat pasar ikan hias sangat menjanjikan, Dirjen mengingatkan bahwa, dari data perdagangan ikan hias dunia tahun 2009, Indonesia baru menguasai 7,5% pangsa pasar ikan hias. Masih kalah jauh dari Singapura yang mencapai 22,5% perdagangan ikan hias dunia.
Sedangkan potensi yang ada di Indonesia sangat besar, Dirjen DJPB menjelaskan, kalau mau melihat data, potensi eskpor ikan hias Indonesia diperkirakan mencapai US $60 juta sampai US $ 65 juta. Dengan jumlah species ikan hias air tawar sebanyak 450 species dari total 1.100 species ikan hias air tawar dunia. “sedangkan untuk ikan hias air laut, Indonesia memiliki lebih dari 700 jenis species yang sebagaian besar hanya terdapat di Indonesia.
Potensi ikan hias, kata Dirjen, apabila ditangani secara serius, maka Indonesia akan mampu berbicara banayak di pasar Internasional baik untuk ikan hias air tawar maupun air laut. Oleh karena itu, KKP sangat serius untuk mengembangkan ikan hias Indonesia.
Sedangkan sentra produksi ikan hias tersebar di beberapa daerah di Indonesia, seperti Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara. “Khusus untuk ikan Koi, sentra produksi di wilayah Jawa Timur, Jawa Barat, DI Yogyakarta” kata Dirjen.
Pemerintah berharap, Asosiasi Ikan Hias Indonesia dapat menyumbangkan kontribusi pengalaman, kapabilitas dan profesionalitasnya dalam mengembangkan ikan hias Indonesia serta terus menerus melakukan upaya-upaya menggairahkan bisnis ikan hias nasional seperti kontes, pameran, bursa, perluasan area pasar dan juga dapat mengedukasi masyarakat dalam mengembangkan ikan hias secara benar melalui pelatihan pembudidayaan. Sehingga ikan hias Indonesia dapat menjadi salah satu pilar ekonomi nasional dengan pengelolaan yang baik dalam menghasilkan komoditas ikan hias yang trend di pasar. (rd)
sumber : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id
Petani dan Nelayan Belajar Internet di Kaltim
Petani dan Nelayan Belajar Internet di Kaltim
Samarinda | Jumal Nasional 13 Mei 2011,hal.12
SEDIKITNYA 360 petani dan nelayan se-Indonesia akan mengikuti pelatihan pengembangan jaringan informasi agribisnis berbasis internet dalam kegiatan Pekan Nasional (Penas) Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) ke-13 di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur yang digelar pada 18-23 Juni mendatang.
Koordinator Seksi Pengembangan Jaringan Informasi Agribisnis Penas KTNA ke-13, HM Jaunar Effendi mengatakan, ke-360 petani dan nelayan tersebut yakni peserta Penas KTNA dari 33 provinsi. Masing-masing propinsi akan mengirimkan pesertanya sebanyak 10 orang. Untuk peserta lainnya yakni sebanyak 30 orang akan ditentukan oleh panitia dan KTNA Nasional,kata Jaunar ketika dihubungi Jumal Nasional pada Kamis (12/5) kemarin.
Menurutnya, pelatihan tersebut merupakan suatu kegiatan untuk peningkatan kapasitas dan komunikasi petani berbasis komputer dan internet dalam membantu para petani dan nelayan dalam berinteraksi dalam Jaringan informasi agribisnis bagi para petani dan nelayan itu sendiri. Pemateri berasal dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Ke menkominfo dibantu Asistensi Dinas Kominfo Provinsi Kaltim. Rusli
sumber : http://www.kkp.go.id
Samarinda | Jumal Nasional 13 Mei 2011,hal.12
SEDIKITNYA 360 petani dan nelayan se-Indonesia akan mengikuti pelatihan pengembangan jaringan informasi agribisnis berbasis internet dalam kegiatan Pekan Nasional (Penas) Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) ke-13 di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur yang digelar pada 18-23 Juni mendatang.
Koordinator Seksi Pengembangan Jaringan Informasi Agribisnis Penas KTNA ke-13, HM Jaunar Effendi mengatakan, ke-360 petani dan nelayan tersebut yakni peserta Penas KTNA dari 33 provinsi. Masing-masing propinsi akan mengirimkan pesertanya sebanyak 10 orang. Untuk peserta lainnya yakni sebanyak 30 orang akan ditentukan oleh panitia dan KTNA Nasional,kata Jaunar ketika dihubungi Jumal Nasional pada Kamis (12/5) kemarin.
Menurutnya, pelatihan tersebut merupakan suatu kegiatan untuk peningkatan kapasitas dan komunikasi petani berbasis komputer dan internet dalam membantu para petani dan nelayan dalam berinteraksi dalam Jaringan informasi agribisnis bagi para petani dan nelayan itu sendiri. Pemateri berasal dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Ke menkominfo dibantu Asistensi Dinas Kominfo Provinsi Kaltim. Rusli
sumber : http://www.kkp.go.id
Jumat, 13 Mei 2011
PRODUKSI UDANG TERANCAM RENDAH
PRODUKSI UDANG TERANCAM RENDAH
AWS P3UW Bukan Perwakilan Plasma
BANDAR LAMPUNG - Manajemen PT Aruna Wijaya Sakti (AWS), anak perusahaan PT Central Proteina Prima (CP Prima) Tbk menampik peran Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) dalam relasi inti plasma perusahaan itu dengan petambak. Perwakilan plasma adalah Lembaga Manajemen Plasma Kampung (LMPK) yang diketahui terlibat dan diakui dalam setiap perjanjian inti-plasma antara AWS dengan petambak.
"P3UW tidak ditunjuk oleh plasma untuk mewakili mereka, sehingga P3UW bukanlah pihak yang bermitra. LMPK ditunjuk langsung oleh plasma untuk mewakili mereka dalam perjanjian inti plasma dengan PT AWS," kata Tarpin A Nasri, kepala divisi komunikasi PT AWS melalui keterangan pers yang diterima Investor Daily, kemarin.
Keterangan Tarpin disampaikan ke publik menanggapi kesimpangsiuran informasi pascapenghentian aktivitas produksi udang di tambak AWS, pekan lalu. Tarpin menjelaskan, penghentian operasi sekaligus pemutusan aliran listrik ke kawasan tambak eks Dipasena itu dilakukan karena situasi tidak lagi kondusif. Ulah segelintir pengurus P3UW yang mengadang petambak menabur benur beberapa saat sebelumnya, mematikan aktivitas bisnis. "Dari pada terus menanggung kerugian akibat ulah segelintir pengurus P3UW, sebaiknya kami hentikan dulu operasi dan semua pertanggungan perusahaan ke anggota plasma sambil mencari solusi terbaik," kata Dirut AWS Achmad Roswantama, pekan lalu.
Revitalisasi Tahap Dua Menurut Tarpin, revitalisasi yangdijalankan perusahaan dengan anggota plasma masih berlangsung. Namun, revitalisasi itu mengacu pada perjanjian inti plasma Tahap Kedua, dan tidak lagi mengacu pada revitalisasi Tahap Pertama. "Revitalisasi Tahap Kedua berskema polycul-ture. Skema polyculture efektif mengurangi risiko penyebaran virus IMNV yang mematikan. Revitalisasi Tahap Pertama terpaksa dihentikan karena mematikan bisnis. Tidak mungkin AWS membiarkan virus IMNV masuk tambak karena tetap menjalankan Revitalisasi Tahap Pertama," kata Tarpin.
Dia menjelaskan, peralihan perjanjian Revitalisasi Tahap Pertama "ke Revitalisasi Tahap Kedua disepakati kedua pihak (AWS dan LMPK) per 22 Februari 2010. Mengacu kesepakatan itu, manajemen AWS menyelesaikan revitalisasi pada akhir 2010. "Karena sudah ada kesepakatan Revitalisasi Tahap Kedua, maka tidak ada alasan hukum apapun untuk kembali ke Revitalisasi Tahap Pertama. Kalau P3UW menuduh AWS langgar perjanjian, itu tendesius. Lagipula P3UW bukan perwakilan plasma," jelas Tarpin.
Tarpin juga meminta pemerintah bersikap adil dengan tidak memihak salah satu pihak. Peran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kata Tarpin, terbatas sebagai pembina dalam kaitan dengan peningkatan produksi udang nasional. "Aktivitas AWS murni urusan swasta dan pemerintah tidak perlu terlalu jauh ikut campur. Yang mau membeli AWS atau mengambilalih aset eks Dipasena silakan melalui jalur bisnis dan tidak perlu melalui jalur premanisme atau politik," kata Tarpin.
Sementara itu, Ketua P3UW Napi-an Faiz hingga berita ini diturunkan belum berhasil dikonfirmasi. Namun sebelumnya, Napian menuding AWS gagal merevitalisasi tambak. Akibatnya, petambak anggota plasma merugi. "Mereka (perusahaan) gagal revitalisasi, dan harus ada pertanggungjawaban. Jangan hanya mau merugikan plasma," kata Napian, belum lama ini.
Produksi Udang Rendah
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan, sengketa AWS dengan plasma bisa menurunkan produksi udang. "Saya sayangkan saja karena sengketa ini bisa mengganggu produksi udang nasional. Padahal kontribusi produksi dari tambak eks Dipasena itu cukup besar terhadap produksi nasional," kata Fadel, Rabu (11/5).
Fadel memastikan pihaknya segera mendengar klarifikasi manajemen CP Prima sebagai induk AWS, Jumat (13/5). "Kami akan undang mereka (CP Prima) mendengar lalu mencoba mencari solusi ideal," kata Fadel.
Sementara itu, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Riza Damanik meminta pemerintah bersikap tegas. Manajemen AWS, kata Riza, ingkar janji dan terbukti gagal merevitalisasi tambak sebagaimana diperjanjikan. Kegagalan revitalisasi berdampak negatif pada anggota plasma. "Butuh ketegasan pemerintah agar kekisruan inti plasma tidak berlarut-larut," kata Riza.
Sekretaris Perusahaan CP Prima, induk perusahaan AWS George Basoeki mengaku masih terus menunggu proses penyelesaian sengketa antara AWS dan anggota plasma. "Penghentian operasi masih berlangsung, tunggu saja proses selanjutnya," kata George. Qjr)
Sumber : Investor Daily 13 Mei 2011,hal.7
AWS P3UW Bukan Perwakilan Plasma
BANDAR LAMPUNG - Manajemen PT Aruna Wijaya Sakti (AWS), anak perusahaan PT Central Proteina Prima (CP Prima) Tbk menampik peran Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) dalam relasi inti plasma perusahaan itu dengan petambak. Perwakilan plasma adalah Lembaga Manajemen Plasma Kampung (LMPK) yang diketahui terlibat dan diakui dalam setiap perjanjian inti-plasma antara AWS dengan petambak.
"P3UW tidak ditunjuk oleh plasma untuk mewakili mereka, sehingga P3UW bukanlah pihak yang bermitra. LMPK ditunjuk langsung oleh plasma untuk mewakili mereka dalam perjanjian inti plasma dengan PT AWS," kata Tarpin A Nasri, kepala divisi komunikasi PT AWS melalui keterangan pers yang diterima Investor Daily, kemarin.
Keterangan Tarpin disampaikan ke publik menanggapi kesimpangsiuran informasi pascapenghentian aktivitas produksi udang di tambak AWS, pekan lalu. Tarpin menjelaskan, penghentian operasi sekaligus pemutusan aliran listrik ke kawasan tambak eks Dipasena itu dilakukan karena situasi tidak lagi kondusif. Ulah segelintir pengurus P3UW yang mengadang petambak menabur benur beberapa saat sebelumnya, mematikan aktivitas bisnis. "Dari pada terus menanggung kerugian akibat ulah segelintir pengurus P3UW, sebaiknya kami hentikan dulu operasi dan semua pertanggungan perusahaan ke anggota plasma sambil mencari solusi terbaik," kata Dirut AWS Achmad Roswantama, pekan lalu.
Revitalisasi Tahap Dua Menurut Tarpin, revitalisasi yangdijalankan perusahaan dengan anggota plasma masih berlangsung. Namun, revitalisasi itu mengacu pada perjanjian inti plasma Tahap Kedua, dan tidak lagi mengacu pada revitalisasi Tahap Pertama. "Revitalisasi Tahap Kedua berskema polycul-ture. Skema polyculture efektif mengurangi risiko penyebaran virus IMNV yang mematikan. Revitalisasi Tahap Pertama terpaksa dihentikan karena mematikan bisnis. Tidak mungkin AWS membiarkan virus IMNV masuk tambak karena tetap menjalankan Revitalisasi Tahap Pertama," kata Tarpin.
Dia menjelaskan, peralihan perjanjian Revitalisasi Tahap Pertama "ke Revitalisasi Tahap Kedua disepakati kedua pihak (AWS dan LMPK) per 22 Februari 2010. Mengacu kesepakatan itu, manajemen AWS menyelesaikan revitalisasi pada akhir 2010. "Karena sudah ada kesepakatan Revitalisasi Tahap Kedua, maka tidak ada alasan hukum apapun untuk kembali ke Revitalisasi Tahap Pertama. Kalau P3UW menuduh AWS langgar perjanjian, itu tendesius. Lagipula P3UW bukan perwakilan plasma," jelas Tarpin.
Tarpin juga meminta pemerintah bersikap adil dengan tidak memihak salah satu pihak. Peran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kata Tarpin, terbatas sebagai pembina dalam kaitan dengan peningkatan produksi udang nasional. "Aktivitas AWS murni urusan swasta dan pemerintah tidak perlu terlalu jauh ikut campur. Yang mau membeli AWS atau mengambilalih aset eks Dipasena silakan melalui jalur bisnis dan tidak perlu melalui jalur premanisme atau politik," kata Tarpin.
Sementara itu, Ketua P3UW Napi-an Faiz hingga berita ini diturunkan belum berhasil dikonfirmasi. Namun sebelumnya, Napian menuding AWS gagal merevitalisasi tambak. Akibatnya, petambak anggota plasma merugi. "Mereka (perusahaan) gagal revitalisasi, dan harus ada pertanggungjawaban. Jangan hanya mau merugikan plasma," kata Napian, belum lama ini.
Produksi Udang Rendah
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan, sengketa AWS dengan plasma bisa menurunkan produksi udang. "Saya sayangkan saja karena sengketa ini bisa mengganggu produksi udang nasional. Padahal kontribusi produksi dari tambak eks Dipasena itu cukup besar terhadap produksi nasional," kata Fadel, Rabu (11/5).
Fadel memastikan pihaknya segera mendengar klarifikasi manajemen CP Prima sebagai induk AWS, Jumat (13/5). "Kami akan undang mereka (CP Prima) mendengar lalu mencoba mencari solusi ideal," kata Fadel.
Sementara itu, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Riza Damanik meminta pemerintah bersikap tegas. Manajemen AWS, kata Riza, ingkar janji dan terbukti gagal merevitalisasi tambak sebagaimana diperjanjikan. Kegagalan revitalisasi berdampak negatif pada anggota plasma. "Butuh ketegasan pemerintah agar kekisruan inti plasma tidak berlarut-larut," kata Riza.
Sekretaris Perusahaan CP Prima, induk perusahaan AWS George Basoeki mengaku masih terus menunggu proses penyelesaian sengketa antara AWS dan anggota plasma. "Penghentian operasi masih berlangsung, tunggu saja proses selanjutnya," kata George. Qjr)
Sumber : Investor Daily 13 Mei 2011,hal.7
Selasa, 10 Mei 2011
Fish Disease: Edwarsiellosis
Fish Disease: Edwarsiellosis
Cause: Edwarsiella tarda
Bio-Ecology Pathogens:
• curved rod-shaped bacteria, gram-negative character moves with the aid of flagella, do not form spores or capsules, are facultative anaerobes, and able to produce H2S.
• Found in freshwater environments and sea water, infecting several species of fish include: salmon, catfish, carp, tilapia. etc..
• Transmission of horizontally ie contact between host one with another host or through water.
• Generally occurs at a relatively high water temperature (± 30 degrees Celsius) and high organic matter content.
• The death rate depends on environmental conditions, in very poor conditions can lead to death by 50%.
Clinical Symptoms:
• In mild infections, revealing only minor injuries.
• As the development of more advanced disease, purulent wound developed in the ribs and stomach muscles.
• Pale, bloated stomach containing a yellowish liquid or redness, bleeding of the rectum and / or depressed into the anus, and eyes faded.
• Further development, injuries (cavities) experience swelling and if scratched will smell of H2S gas.
Diagnosis:
• Isolation and identification of bacteria through bio-chemical tests.
• Detection of bacterial genes by polymerase chain reaction (PCR)
Control:
• Avoiding the occurrence of stress (physical, chemical, biological)
• Improve overall water quality, particularly reducing the levels of dissolved organic material and / or increase the frequency of replacement of new water
• Management of fish health in an integrated (fish, environment and pathogens)
• Limit and / or regulate feeding and mixing of feed with drugs (medicated feed and feed restriction)
• Conducting anti-Edwardsiella tarda vaccination.
source: Ministry of Maritime Affairs and Fisheries of Indonesia, Directorate General of Aquaculture, Fish and Environmental Health Directorate, 2010
Cause: Edwarsiella tarda
Bio-Ecology Pathogens:
• curved rod-shaped bacteria, gram-negative character moves with the aid of flagella, do not form spores or capsules, are facultative anaerobes, and able to produce H2S.
• Found in freshwater environments and sea water, infecting several species of fish include: salmon, catfish, carp, tilapia. etc..
• Transmission of horizontally ie contact between host one with another host or through water.
• Generally occurs at a relatively high water temperature (± 30 degrees Celsius) and high organic matter content.
• The death rate depends on environmental conditions, in very poor conditions can lead to death by 50%.
Clinical Symptoms:
• In mild infections, revealing only minor injuries.
• As the development of more advanced disease, purulent wound developed in the ribs and stomach muscles.
• Pale, bloated stomach containing a yellowish liquid or redness, bleeding of the rectum and / or depressed into the anus, and eyes faded.
• Further development, injuries (cavities) experience swelling and if scratched will smell of H2S gas.
Diagnosis:
• Isolation and identification of bacteria through bio-chemical tests.
• Detection of bacterial genes by polymerase chain reaction (PCR)
Control:
• Avoiding the occurrence of stress (physical, chemical, biological)
• Improve overall water quality, particularly reducing the levels of dissolved organic material and / or increase the frequency of replacement of new water
• Management of fish health in an integrated (fish, environment and pathogens)
• Limit and / or regulate feeding and mixing of feed with drugs (medicated feed and feed restriction)
• Conducting anti-Edwardsiella tarda vaccination.
source: Ministry of Maritime Affairs and Fisheries of Indonesia, Directorate General of Aquaculture, Fish and Environmental Health Directorate, 2010
Senin, 09 Mei 2011
Penyakit Ikan : Edwarsiellosis
Edwarsiellosis
Penyebab : Edwarsiella tarda
Bio-Ekologi Patogen :
• Bakteri berbentuk batang bengkok, bersifat gram negatif bergerak dengan bantuan flagella, tidak membentuk spora atau kapsul, bersifat fakultatif anaerob, dan mampu memproduksi H2S.
• Dijumpai di lingkungan air tawar dan air laut, menginfeksi beberapa jenis ikan antara lain: salmon, catfish, ikan mas, nila. dll.
• Penularan secara horizontal yaitu kontak antara inang satu dengan inang lainnya atau melalui air.
• Umumnya terjadi pada suhu air yang relatif tinggi (± 30 derajat celcius) dan kandungan bahan organik tinggi.
• Tingkat kematian tergantung pada kondisi lingkungan, pada kondisi yang sangat buruk dapat mengakibatkan kematian hingga 50%.
Gejala Klinis :
• Pada infeksi ringan, hanya menampakkan luka-luka kecil.
• Sebagai perkembangan penyakit lebih lanjut, luka bernanah berkembang dalam otot rusuk dan lambung.
• Pucat, perut gembung berisi cairan yang berwarna kekuningan atau kemerahan, pendarahan pada anus dan/atau anus tertekan ke dalam, dan mata pudar.
• Perkembangan lebih lanjut, luka-luka (rongga-rongga) mengalami pembengkakan dan apabila digores akan tercium bau gas H2S.
Diagnosa :
• Isolasi dan identifikasi bakteri melalui uji bio-kimia.
• Deteksi gen bakteri melalui teknik polymerase chain reaction (PCR)
Pengendalian :
• Menghindari terjadinya stress (fisik, kimia, biologi)
• Memperbaiki kualitas air secara keseluruhan, terutama mengurangi kadar bahan organik terlarut dan/atau meningkatkan frekuensi penggantian air baru
• Pengelolaan kesehatan ikan secara terpadu (ikan, lingkungan dan patogen)
• Membatasi dan/atau mengatur pemberian pakan dan mencampur pakan dengan obat-obatan (medicated feed and feed restriction)
• Melakukan vaksinasi anti Edwardsiella tarda.
sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Direktorat Kesehatan ikan dan Lingkungan, 2010
Penyebab : Edwarsiella tarda
Bio-Ekologi Patogen :
• Bakteri berbentuk batang bengkok, bersifat gram negatif bergerak dengan bantuan flagella, tidak membentuk spora atau kapsul, bersifat fakultatif anaerob, dan mampu memproduksi H2S.
• Dijumpai di lingkungan air tawar dan air laut, menginfeksi beberapa jenis ikan antara lain: salmon, catfish, ikan mas, nila. dll.
• Penularan secara horizontal yaitu kontak antara inang satu dengan inang lainnya atau melalui air.
• Umumnya terjadi pada suhu air yang relatif tinggi (± 30 derajat celcius) dan kandungan bahan organik tinggi.
• Tingkat kematian tergantung pada kondisi lingkungan, pada kondisi yang sangat buruk dapat mengakibatkan kematian hingga 50%.
Gejala Klinis :
• Pada infeksi ringan, hanya menampakkan luka-luka kecil.
• Sebagai perkembangan penyakit lebih lanjut, luka bernanah berkembang dalam otot rusuk dan lambung.
• Pucat, perut gembung berisi cairan yang berwarna kekuningan atau kemerahan, pendarahan pada anus dan/atau anus tertekan ke dalam, dan mata pudar.
• Perkembangan lebih lanjut, luka-luka (rongga-rongga) mengalami pembengkakan dan apabila digores akan tercium bau gas H2S.
Diagnosa :
• Isolasi dan identifikasi bakteri melalui uji bio-kimia.
• Deteksi gen bakteri melalui teknik polymerase chain reaction (PCR)
Pengendalian :
• Menghindari terjadinya stress (fisik, kimia, biologi)
• Memperbaiki kualitas air secara keseluruhan, terutama mengurangi kadar bahan organik terlarut dan/atau meningkatkan frekuensi penggantian air baru
• Pengelolaan kesehatan ikan secara terpadu (ikan, lingkungan dan patogen)
• Membatasi dan/atau mengatur pemberian pakan dan mencampur pakan dengan obat-obatan (medicated feed and feed restriction)
• Melakukan vaksinasi anti Edwardsiella tarda.
sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Direktorat Kesehatan ikan dan Lingkungan, 2010
Kamis, 05 Mei 2011
Genjot Produksi Perikanan Budidaya
Genjot Produksi Perikanan Budidaya
Konsumsi ikan masyarakat Indonesia masih relative rendah. Saat ini, setiap orang Indonesia hanya menyantap 30,47 kg ikan per tahun. Bandingkan dengan konsumsi ikan perkapita rakyat Jepang, misalnya, yang mencapai 147 kg, artinya setiap orang di Jepang menyantap hampir 1,5 kwintal ikan per tahun. “Pantaslah kalau Jepang memiliki sumber daya manusia yang unggul,” kata Prof. Dr. Ir. Ketut Sugama, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI. Ketut mengungkapkan, angka konsumsi ikan perkapita masyarakat Indonesia terus naik setiap tahunnya, dan KKP menargetkan sektor perikanan budidayamampu meningkatkan kontribusinya pada pemenuhan protein nasional, terutama untuk menggeser impor daging sapi yang hampir 30% dari pemenuhan kebutuhan domestik Untuk itu, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) terus berupaya meningkatkan produksi perikanan budidaya. Hal ini sesuai dengan visi KKP yang dicanangkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad, untuk menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar di dunia.
Pada tahun 2011, menurut Ketut Sugama, KKP menargetkan produksi ikan sebesar 12,26 juta ton, atau meningkat 13% dari produksi 2010. Untuk perikanan budidaya sendiri hingga akhir tahun 2010 mampu menembus angka produksi hingga 5,48 juta ton setara dengan hasil tangkapan. Dan kedepan, Ketut mengatakan, sampai 2014 produksi perikanan budidaya diharapkan bisa meningkat 353% dari produksi 4.7 ton (2009). Untuk mencapai target itu, DJPB terus mengembangkan program Minapolitan dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Kelautan dan Perikanan. Pada 2011, melalui Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP). Menurut Ketut, tahun ini telah dicanangkan 24 lokasi Minapolitan berbasis perikanan budidaya. Sedangkan PUMP perikanan budidaya (PUMP-PB) tahun 2011 ini akan menyentuh 2.000 kelompok pembudidaya 300 kabupaten/kota. Selain PUMP-PB,KKP juga menjalin kerjasama dengan kalangan perbankan untuk menumbuhkan semangat kewirausahaan, diantaranya membantu penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Menurut Ketut peningkatan produksi juga akan dicapai melalui program minapadi (integrasi penanaman padi dengan budidaya ikan) dengan memanfaatkan satu juta hektar sawah di berbagai daerah di Indonesia. “Peran minapadi terhadap peningkatan produksi budidaya perikanan, khususnya nila dan ikan mas, sangat signifikan,” kata Ketut. Ketut juga mengerakkan program tebar benih sebanyak mungkin di berbagai daerah yang memiliki tempat yang berpotensi untuk melakukan budidaya berbagai ikan.“Kalau bisa, setiap ada air sawah, di situ bisa dimanfaatkan untuk budidaya ikan,” kata doktor bidang Breeding dan Genetika Ikan dari Ehime University, Jepang, itu.
Untuk mendukung program itu, DJPB telah mengembangkan jenis-jenis ikan unggulan seperti jenis catfish, nila, bandeng, udang, ikan mas, gurame, kakap, kerapu, rumput laut, ikan hias dan lain-lain. DJPB melalui UTP (Unit Pelayanan Teknis) di daerah telah mensuplay induk induk ikan unggulan itu langsung ke sentrasentra budidaya untuk dikembangbiakan menjadi benih-benih unggulan.
Keamanan pangan juga menjadi salah satu perhatian DJPB dalam peningkatan produksi, hal ini dicapai dengan cara sosialisasi dan sertifikasi CBIB (Cara Budidaya Ikan yang Baik) kepada unit budidaya dan CPIB (Cara Pembenihan Ikan yang Baik) kepada unit pembenihan ikan. Ketut berharap, berbagai program yang dibuat Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, mampu meningkatkan produksi perikanan secara lebih cepat, sehingga bisa memenuhi kebutuhan protein hewani yang murah dan sebanyak mungkin bagi masyarakat Indonesia. Dengan protein yang cukup, kualitas sumber daya manusia Indonesia pun diharapkan bisa meningkat
sumber : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id
Konsumsi ikan masyarakat Indonesia masih relative rendah. Saat ini, setiap orang Indonesia hanya menyantap 30,47 kg ikan per tahun. Bandingkan dengan konsumsi ikan perkapita rakyat Jepang, misalnya, yang mencapai 147 kg, artinya setiap orang di Jepang menyantap hampir 1,5 kwintal ikan per tahun. “Pantaslah kalau Jepang memiliki sumber daya manusia yang unggul,” kata Prof. Dr. Ir. Ketut Sugama, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI. Ketut mengungkapkan, angka konsumsi ikan perkapita masyarakat Indonesia terus naik setiap tahunnya, dan KKP menargetkan sektor perikanan budidayamampu meningkatkan kontribusinya pada pemenuhan protein nasional, terutama untuk menggeser impor daging sapi yang hampir 30% dari pemenuhan kebutuhan domestik Untuk itu, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) terus berupaya meningkatkan produksi perikanan budidaya. Hal ini sesuai dengan visi KKP yang dicanangkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad, untuk menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar di dunia.
Pada tahun 2011, menurut Ketut Sugama, KKP menargetkan produksi ikan sebesar 12,26 juta ton, atau meningkat 13% dari produksi 2010. Untuk perikanan budidaya sendiri hingga akhir tahun 2010 mampu menembus angka produksi hingga 5,48 juta ton setara dengan hasil tangkapan. Dan kedepan, Ketut mengatakan, sampai 2014 produksi perikanan budidaya diharapkan bisa meningkat 353% dari produksi 4.7 ton (2009). Untuk mencapai target itu, DJPB terus mengembangkan program Minapolitan dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Kelautan dan Perikanan. Pada 2011, melalui Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP). Menurut Ketut, tahun ini telah dicanangkan 24 lokasi Minapolitan berbasis perikanan budidaya. Sedangkan PUMP perikanan budidaya (PUMP-PB) tahun 2011 ini akan menyentuh 2.000 kelompok pembudidaya 300 kabupaten/kota. Selain PUMP-PB,KKP juga menjalin kerjasama dengan kalangan perbankan untuk menumbuhkan semangat kewirausahaan, diantaranya membantu penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Menurut Ketut peningkatan produksi juga akan dicapai melalui program minapadi (integrasi penanaman padi dengan budidaya ikan) dengan memanfaatkan satu juta hektar sawah di berbagai daerah di Indonesia. “Peran minapadi terhadap peningkatan produksi budidaya perikanan, khususnya nila dan ikan mas, sangat signifikan,” kata Ketut. Ketut juga mengerakkan program tebar benih sebanyak mungkin di berbagai daerah yang memiliki tempat yang berpotensi untuk melakukan budidaya berbagai ikan.“Kalau bisa, setiap ada air sawah, di situ bisa dimanfaatkan untuk budidaya ikan,” kata doktor bidang Breeding dan Genetika Ikan dari Ehime University, Jepang, itu.
Untuk mendukung program itu, DJPB telah mengembangkan jenis-jenis ikan unggulan seperti jenis catfish, nila, bandeng, udang, ikan mas, gurame, kakap, kerapu, rumput laut, ikan hias dan lain-lain. DJPB melalui UTP (Unit Pelayanan Teknis) di daerah telah mensuplay induk induk ikan unggulan itu langsung ke sentrasentra budidaya untuk dikembangbiakan menjadi benih-benih unggulan.
Keamanan pangan juga menjadi salah satu perhatian DJPB dalam peningkatan produksi, hal ini dicapai dengan cara sosialisasi dan sertifikasi CBIB (Cara Budidaya Ikan yang Baik) kepada unit budidaya dan CPIB (Cara Pembenihan Ikan yang Baik) kepada unit pembenihan ikan. Ketut berharap, berbagai program yang dibuat Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, mampu meningkatkan produksi perikanan secara lebih cepat, sehingga bisa memenuhi kebutuhan protein hewani yang murah dan sebanyak mungkin bagi masyarakat Indonesia. Dengan protein yang cukup, kualitas sumber daya manusia Indonesia pun diharapkan bisa meningkat
sumber : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id
PUMP Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat Desa
PUMP Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat Desa
Guna meningkatkan kesejahteraan para pelaku usaha di sektor kelautan dan perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak hanya memiliki Program Minapolitan saja. Namun demkian, pada 2011 ini mulai mengimplementasikan Program Usaha Mina Pedesaan (PUMP).
TIDAK tanggung-tanggung, orang nomor satu di KKP, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad memastikan total anggaran yang dikucurkan untuk program ini mencapai Rp400 miliar, dengan bentuk penyaluran bantuan langsung masyarakat. "Sedap usaha kecil bisa mendapatkan paket yang nilainya antara Rp9 Juta hingga Rp 14 juta," ujarnya.
Anggaran sebesar Rp400 miliar ini antara lain, pertama dana sebesar Rpl05 miliar untuk pengadaan peralatan dan operasional penangkapan, contohnya antara lain berupa biaya bahan bakar minyak, es, logistik, air bersih. Kedua, dana sebesar Rp27O miliar yang dialokasikan untuk antara lain pengadaan paket sarana produksi budidaya, berupa benih, pakan, perawatan saluran dan kolam, mesin pendukung budidaya, serta obat-obatan. Ketiga, dana sebesar Rp25 miliar yang dialokasikan untuk pengadaan paket sarana pengolahan ikan seperti untuk para-para, pengering ikan, pemindangan, pembuatan abon, pembuatan bakso ikan, dan kotak pendingin.
Fadel menyatakan dana PUMP ini akan disalurkan oleh pemerintah dalam bentuk tunai melalui rekening kelompok. Penentuan lokasi PUMP akan difokuskan di kabupatan atau kota yang memiliki potensi kelautan dan perikanan, dan sumberdaya manusia yang mumpuni untuk mengelola program ini Penyaluran PUMP dilakukan dengan tujuan mendorong bertumbuhnya wirausaha skala kecil, sehingga membuka kesempatan kerja masyarakat.
Keberhasilan PUMP tidak lepas dari usaha pendampingan dari seluruh penyuluh. Tidak tanggung-tanggung, pemerintah menyiapkan 461 orang penyuluh untuk menyukseskan PUMP.
Para penyuluh ini nantinya akan mulai melakukan proses pendampingan yang meliputi kegiatan penentuan calon penerima program ini, sekaligus menentukan lokasi atau kawasan penerima program. Setelah itu, penerima PUMP akan mendapatkan bimbingan bagaimana cara dan prosedur pencairan uang di bank, sekaligus petunjuk pengelolaan keuangan yang benar, pemilihan jenis komoditas yang akan dikembangkan sehingga cocok dengan loaksi di satu kawasan, sekaligus cara membuka usaha pengelolaan dan pemasaran hasil perikanan dan kelautan.
Secara luas, sasaran PUMP ini dapat menjangkau 20.000 orang di 300 kabupatan dan kota. Hingga saat ini pemerintah telah menyosialisasikan PUMP di 12 provinsi yakni Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Jakarta, Yogyakarta, Bali, dan Sumatera Barat.
Dari data Ditjen Perikanan Budidaya, saat ini dari 33 provinsi yang mendapatkanprogram PUMP, sejulah 2.000 paket dengan total bantuan yang disalurkan mencapai 200 miliar. Beberapa daerah yang telah mendapatkan adalah Jakarta sebanyak 6 paket seni-lai Rp600 juta, Yogyakarta 76 paket senilai Rp7,6 miliar, Jawa Barat sebanyak 106 paket senilai RplO,6 miliar, Banten sebanyak 60 paket senilai Rp6 miliar, Bangka Belitung sebenyak 12 paket senilai 1,2 miliar, dan Papua sebanyak 40 paket senilai Rp 40 miliar. Dirjen Perikanan Budidaya Ketut Sugama menyatakan penyaluran program ini dilakukah dari keunggulan daerah, potensi areal budidaya, dan komitmen daerah untuk meningkatkan produksi perikanan budi daya.
Sementara itu, untuk penyaluran PUMP yang dilakukan oleh Ditjen Perikanan Tangkap, telah dialokasikan anggaran lebih kurang Rp 100 miliar, yang akan disalurkan kepada 1.000 kelompok nelayan di seluruh Indonesia. (*)
sumber : http://www.kkp.go.id
Guna meningkatkan kesejahteraan para pelaku usaha di sektor kelautan dan perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak hanya memiliki Program Minapolitan saja. Namun demkian, pada 2011 ini mulai mengimplementasikan Program Usaha Mina Pedesaan (PUMP).
TIDAK tanggung-tanggung, orang nomor satu di KKP, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad memastikan total anggaran yang dikucurkan untuk program ini mencapai Rp400 miliar, dengan bentuk penyaluran bantuan langsung masyarakat. "Sedap usaha kecil bisa mendapatkan paket yang nilainya antara Rp9 Juta hingga Rp 14 juta," ujarnya.
Anggaran sebesar Rp400 miliar ini antara lain, pertama dana sebesar Rpl05 miliar untuk pengadaan peralatan dan operasional penangkapan, contohnya antara lain berupa biaya bahan bakar minyak, es, logistik, air bersih. Kedua, dana sebesar Rp27O miliar yang dialokasikan untuk antara lain pengadaan paket sarana produksi budidaya, berupa benih, pakan, perawatan saluran dan kolam, mesin pendukung budidaya, serta obat-obatan. Ketiga, dana sebesar Rp25 miliar yang dialokasikan untuk pengadaan paket sarana pengolahan ikan seperti untuk para-para, pengering ikan, pemindangan, pembuatan abon, pembuatan bakso ikan, dan kotak pendingin.
Fadel menyatakan dana PUMP ini akan disalurkan oleh pemerintah dalam bentuk tunai melalui rekening kelompok. Penentuan lokasi PUMP akan difokuskan di kabupatan atau kota yang memiliki potensi kelautan dan perikanan, dan sumberdaya manusia yang mumpuni untuk mengelola program ini Penyaluran PUMP dilakukan dengan tujuan mendorong bertumbuhnya wirausaha skala kecil, sehingga membuka kesempatan kerja masyarakat.
Keberhasilan PUMP tidak lepas dari usaha pendampingan dari seluruh penyuluh. Tidak tanggung-tanggung, pemerintah menyiapkan 461 orang penyuluh untuk menyukseskan PUMP.
Para penyuluh ini nantinya akan mulai melakukan proses pendampingan yang meliputi kegiatan penentuan calon penerima program ini, sekaligus menentukan lokasi atau kawasan penerima program. Setelah itu, penerima PUMP akan mendapatkan bimbingan bagaimana cara dan prosedur pencairan uang di bank, sekaligus petunjuk pengelolaan keuangan yang benar, pemilihan jenis komoditas yang akan dikembangkan sehingga cocok dengan loaksi di satu kawasan, sekaligus cara membuka usaha pengelolaan dan pemasaran hasil perikanan dan kelautan.
Secara luas, sasaran PUMP ini dapat menjangkau 20.000 orang di 300 kabupatan dan kota. Hingga saat ini pemerintah telah menyosialisasikan PUMP di 12 provinsi yakni Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Jakarta, Yogyakarta, Bali, dan Sumatera Barat.
Dari data Ditjen Perikanan Budidaya, saat ini dari 33 provinsi yang mendapatkanprogram PUMP, sejulah 2.000 paket dengan total bantuan yang disalurkan mencapai 200 miliar. Beberapa daerah yang telah mendapatkan adalah Jakarta sebanyak 6 paket seni-lai Rp600 juta, Yogyakarta 76 paket senilai Rp7,6 miliar, Jawa Barat sebanyak 106 paket senilai RplO,6 miliar, Banten sebanyak 60 paket senilai Rp6 miliar, Bangka Belitung sebenyak 12 paket senilai 1,2 miliar, dan Papua sebanyak 40 paket senilai Rp 40 miliar. Dirjen Perikanan Budidaya Ketut Sugama menyatakan penyaluran program ini dilakukah dari keunggulan daerah, potensi areal budidaya, dan komitmen daerah untuk meningkatkan produksi perikanan budi daya.
Sementara itu, untuk penyaluran PUMP yang dilakukan oleh Ditjen Perikanan Tangkap, telah dialokasikan anggaran lebih kurang Rp 100 miliar, yang akan disalurkan kepada 1.000 kelompok nelayan di seluruh Indonesia. (*)
sumber : http://www.kkp.go.id
Senin, 02 Mei 2011
Seaweed and Grouper, Mainstay Aquaculture Maluku Province
Seaweed and Grouper, Mainstay Aquaculture Maluku Province
Maluku provincial aquaculture production in 2009 reached 50,915 tons from mariculture, aquaculture and freshwater aquaculture. Seaweed, grouper, sea cucumbers and shrimp are aquaculture commodities Maluku province. In 2009, the four commodities, production amounted to 47,782.6 tons, 1810.7 tons, 522.4 tons and 166.3 tons. In addition, the Moluccas are also famous for pearl cultivation which have.
When viewed under cultivation commodities then seen that the Moluccas potential for marine aquaculture development, especially for seaweed, grouper and oysters with pearls. It is the province of Maluku is potential for the development of the three commodities. Judging from the structure of the region, this province is an island province and the province is surrounded by a sea that is still awake. Province which is located at position 2? 30? 9? south latitude and 124? - 136? east longitude, the lurid sea borders in the north, the seas of Indonesia and the Arafura Sea to the south, on the east by the sea west of Irian and bordered by the sea of Sulawesi.
So most of this province is a potential marine areas for mariculture development. Maluku province is estimated to have potential for sea cultivation of 495,300 hectares consisting of:
Potential cultivation of 31,000 ha of white snapper
The potential for cultivation kerpau 104.00ha
The potential for seaweed cultivation of 206,000 ha
Pearl oyster farming potential of 73,400 ha
Potential cultivation of 28,900 ha of sea cucumbers
Lobster aquaculture potential of 23,000 ha
The potential of 29,000 ha of oyster cultivation
Potential land for cultivation are scattered in several areas of aquatic creepy, Manipa, Kei Kecil, Kei Besar, Yamdena, PP. south and Wetar. However, today the development of marine aquaculture in the province, which was developed commercially only in commodity seaweed, grouper and oysters pearl
Seaweed farming in the Moluccas is estimated production will increase sharply in subsequent years. This is based on the condition of land with huge potential, ease of cultivation and also seaweed from the Moluccas is still valued highly because the quality is very good. Increased production of seaweed is also not free from the active role of marine and fishery department Maluku who want to boost seaweed production in the next year. In addition, the proven development of seaweed cultivation in the Moluccas to tackle poverty in this province. Labor absorption of seaweed cultivation is estimated to reach 5000's of people in the year 2009.
Grouper is also a leading commodity culture is one commodity that will be raised for production in subsequent years. Grouper production that continues to experience positive trends each year and the potential of land that is still open is the reason why the grouper a commodity to be featured by the province.
Similarly, the pearl which is already known. Production of cultured pearls from Maluku highly prized for its quality is very good. If seen its production are not visible contribution to the total production of aquaculture production but if the view on the value then it is very high value even beat the price of shrimp and grouper.
Aquaculture potential of Maluku province not only in marine aquaculture alone. Aquaculture ponds and pools are also reliable. Potential of both types of cultivation is also still wide open. Shrimp and sea cucumber is a commodity that has been cultivated in ponds in the province and is a mainstay commodity Maluku province.
source: http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id
Maluku provincial aquaculture production in 2009 reached 50,915 tons from mariculture, aquaculture and freshwater aquaculture. Seaweed, grouper, sea cucumbers and shrimp are aquaculture commodities Maluku province. In 2009, the four commodities, production amounted to 47,782.6 tons, 1810.7 tons, 522.4 tons and 166.3 tons. In addition, the Moluccas are also famous for pearl cultivation which have.
When viewed under cultivation commodities then seen that the Moluccas potential for marine aquaculture development, especially for seaweed, grouper and oysters with pearls. It is the province of Maluku is potential for the development of the three commodities. Judging from the structure of the region, this province is an island province and the province is surrounded by a sea that is still awake. Province which is located at position 2? 30? 9? south latitude and 124? - 136? east longitude, the lurid sea borders in the north, the seas of Indonesia and the Arafura Sea to the south, on the east by the sea west of Irian and bordered by the sea of Sulawesi.
So most of this province is a potential marine areas for mariculture development. Maluku province is estimated to have potential for sea cultivation of 495,300 hectares consisting of:
Potential cultivation of 31,000 ha of white snapper
The potential for cultivation kerpau 104.00ha
The potential for seaweed cultivation of 206,000 ha
Pearl oyster farming potential of 73,400 ha
Potential cultivation of 28,900 ha of sea cucumbers
Lobster aquaculture potential of 23,000 ha
The potential of 29,000 ha of oyster cultivation
Potential land for cultivation are scattered in several areas of aquatic creepy, Manipa, Kei Kecil, Kei Besar, Yamdena, PP. south and Wetar. However, today the development of marine aquaculture in the province, which was developed commercially only in commodity seaweed, grouper and oysters pearl
Seaweed farming in the Moluccas is estimated production will increase sharply in subsequent years. This is based on the condition of land with huge potential, ease of cultivation and also seaweed from the Moluccas is still valued highly because the quality is very good. Increased production of seaweed is also not free from the active role of marine and fishery department Maluku who want to boost seaweed production in the next year. In addition, the proven development of seaweed cultivation in the Moluccas to tackle poverty in this province. Labor absorption of seaweed cultivation is estimated to reach 5000's of people in the year 2009.
Grouper is also a leading commodity culture is one commodity that will be raised for production in subsequent years. Grouper production that continues to experience positive trends each year and the potential of land that is still open is the reason why the grouper a commodity to be featured by the province.
Similarly, the pearl which is already known. Production of cultured pearls from Maluku highly prized for its quality is very good. If seen its production are not visible contribution to the total production of aquaculture production but if the view on the value then it is very high value even beat the price of shrimp and grouper.
Aquaculture potential of Maluku province not only in marine aquaculture alone. Aquaculture ponds and pools are also reliable. Potential of both types of cultivation is also still wide open. Shrimp and sea cucumber is a commodity that has been cultivated in ponds in the province and is a mainstay commodity Maluku province.
source: http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id
Perkembangan Ikan Bawal Tawar
Perkembangan Ikan Bawal Tawar
Jika dibandingkan dengan lele yang langsung menjadi populer sejak pertama kalinya di Indonesia, ikan bawal tawar membutuhkan waktu lama untuk dikenal masyarakat Indonesia. Meskipun butuh waktu lama, kepopuleran ikan bawal tawar terus menunjukkan trend peningkatan dari waktu ke waktu. Sejak awal tahun 2000, ikan bawal tawar menjadi salah satu andalan pembudidaya Karamba Jaring Apung (KJA) di berbagai Waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur.
Ikan bawal tawar merupakan ikan budidaya yang masih cukup baru diperkenalkan di industri perikanan tanah air, namun karena hasil penyebarannya mendapat respon dari para pembudidaya ikan, jumlahnya konsumsi ikan bawal tawar semakin hari semakin meningkat. Ikan bawal tawar memiliki rasa daging yang gurih dan enak, meski cukup banyak duri pada dagingnya. Bahkan beberapa petani ikan yang sebelumnya memelihara ikan mas beralih memelihara ikan bawal tawar, karena potensi ekonomi yang lebih menguntungkan. Melambungnya harga pakan ikan akhir-akhir ini menjadi salah satu alasan mengapa mereka beralih ke budidaya ikan bawal tawar karena ikan bawal tawar makannya mudah, pemakan segala (omnivora).
Pasar ikan konsumsi bawal air tawar masih membidik konsumen lokal (dalam negeri) khususnya di kota-kota besar. Pasar lokal (dalam negeri) yang mendominasi permintaan bawal air tawar terbanyak saat ini yaitu Depok, Bekasi, Tangerang, Bogor, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang diperkirakan angkanya mencapai jutaan ekor per musim. Contohnya pembudidaya atau pedagang perantara dari Waduk Cirata (Cianjur) atau Jatiluhur (Purwakarta) mendistribusikan ke TPI Muara Bari dan Muara Angke yang selain menampung ikan hasil tangkapan juga menerima ikan bawal tawar. Selain pasar di Jakarta, mereka juga mengirimkan ke Pasar Turi (Surabaya), Pasar Kobong (Semarang), Lahat (Sumsel), Bandung, Lampung, Bogor dan Cirebon. Bahkan permintaan ikan bawal tawar sudah merambah ke mancanegara. Permintaan terbesar selama ini berasal dari Hong Kong dan Amerika Serikat dengan jumlah mencapai puluhan juta ekor tetapi Indonesia baru bisa memasok 10%-nya. Contohnya ikan hasil budidaya di Cirata juga diekspor ke Johor Baru (Malaysia).
Sentra budidaya ikan bawal tawar terbesar di Jawa Barat (Bogor, Sukabumi, Bandung dan sebagian daerah Priangan lainnya) yang dikenal sebagai penghasil ikan air tawar budidaya terbesar di Indonesia. Selain Di Jawa Barat ditemui antara lain di Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan bahkan sampai ke Bali. Pembudidayaan kolam air tergenang (KAT) untuk daerah Jawa Barat, sentra pembudidayaannya terdapat di Parung, Bogor, Cianjur, Sukabumi, Subang dan Tasikmalaya. Sementara budidaya di KJA banyak dilakukan di perairan waduk terutama Cirata, Saguling dan Jatiluhur.
Di kalangan penggemar ikan hias, bawal air tawar juga menjadi daya tarik tersendiri untuk dipajang di akuarium dan kolam taman terutama saat masih benih. Dan sejarah masuknya ikan bawal tawar ini bermula diimpor sebagai ikan hias yang awalnya dikhawatirkan oleh beberapa ahli karena ternyata ikan bawal tawar masih satu famili dengan ikan piranha yang berbahaya dan dikhawatirkan kalau sampai lepas ke perairan umum. Sebagai ikan hias, bawal air tawar tergolong banyak diminati karena sosoknya yang unik dan bentuknya pipih, gerakannya indah dan semburat warna merah di sisi perutnya.
Secara teori, usaha pembesaran ikan bawal tawar juga tergolong jenis ikan yang tidak sulit untuk dibudidayakan. Tingkat kelangsungan hidup (SR) bawal air tawar cukup tinggi, sekitar 90%. Bahkan, ikan bawal tawar ini mampu bertahan hidup dalam kolam yang tingkat kepadatannya tinggi. Makannya pun tidak rewel sebab hewan berjenis omnivora ini memiliki nafsu makan yang sangat besar. Ikan bawal tawar saat ini banyak dipilih pembudidaya sebagai produk unggulan. Hal ini karena selain bernilai ekonomis sebagai ikan hias, ikan bawal tawar (Colossoma macropomum Cuvier) juga menjadi hidangan yang sering dicari di meja makan. Bahkan permintaan yang besar dari produk ini tak hanya datang dari dalam negeri melainkan juga dari luar negeri. Hanya saja belum terdapat data yang pasti berapa total permintaan komoditas yang satu ini.
Fenomena perkembangan ikan bawal tawar membuktikan bahwa walaupun termasuk jenis ikan pendatang, bawal air tawar sudah mendapat tempat di hati masyarakat, baik pembenih, pembudidaya sebagai produsen ataupun konsumen untuk kebutuhan konsumsi maupun ikan hias untuk pajangan di akuarium dan kolam taman di halaman rumah. Dengan fenomena tersebut, tampak bahwa pasar ikan bawal tawar sudah memiliki karakteristik tersendiri. Hal ini sangat menguntungkan bagai para pemula yang berniat memulai usaha sebab pasarnya yang sudah terbentuk lebih prospektif dibanding ikan air tawar lainnya karena perputarannya bagus, cepat dan simpel. Permintaan ikan bawal tawar konsumsi umumnya datang dari pelaku usaha rumah makan atau restoran yang menyajikan menu utama bawal bakar atau bawal goreng.
Permasalahan utama yang dihadapi pembudidaya yaitu modal, teknologi, pakan dan pemasaran merupakan masalah mendasar yang membutuhkan peran KKP.
Modal, sebenarnya sudah ada program dari pemerintah yaitu PUMP (Pengembangan Usaha Mina Pedesaan), Paket Wirausaha Perikanan, Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit bantuan lainnya serta bantuan-bantuan sarana produksi perikanan (saprokan).
Teknologi, pemerintah melalui dinas kelautan dan perikanan, telah menyediakan tenaga-tenaga penyuluh untuk membantu masalah teknologi bagi para pembudidaya ikan. Dan perlu diketahui bahwa ikan bawal tawar ini teknologinya sangat mudah.
Pakan, pemerintah telah memberikan bantuan mesin pembuat pakan ikan mandiri pakan mandiri yang dikelola oleh pokdakan.
Pemasaran:
memberikan informasi pasar sehingga para pembudidaya ikan tidak sulit mencari pasar.
menciptakan iklim pemasaran yang kondusif bagi para pembudidaya yang berpihak kepada pembudidaya, seperti penetapan harga dasar komoditi ikan yang lebih rasional dengan harga pasar yang berlaku di daerah.
Pencapaian target produksi 2011 masih diarahkan pada 10 komoditas unggulan budidaya antara lain rumput laut, udang, kakap, kerapu, bandeng, mas, nila, patin, lele dan gurami. Bukan berarti di luar 10 komoditas tadi tidak penting, termasuk ikan bawal tawar ini. Penyebarannya dilaporkan belum terlalu luas dan masih ada kekhawatiran di beberapa daerah dengan kelestarian ikan-ikan lokal. Pengembangan komoditas unggulan sangatlah penting, dengan menggali komoditas unggulan spesifik suatu daerah yang harus bernilai ekonomis tinggi, tersedianya teknologi, besarnya permintaan pasar dan dapat dikembangkan secara massal. KKP akan memacu produksi perikanan budidaya melalui tiga target pembangunan. Pertama, seluruh potensi perikanan budi daya menjadi kawasan minapolitan dengan usaha yang bankable. Kedua, seluruh sentra produksi perikanan budi daya memiliki komoditas unggulan yang menerapkan teknologi inovatif dengan kemasan dan mutu yang terjamin. Ketiga, sarana dan prasarana perikanan budi daya mampu memenuhi kebutuhan serta diproduksi dalam negeri dan dibangun secara terintegrasi.
Walaupun ketenaran ikan bawal tawar belum dapat disejajarkan dengan komoditas perikanan lainnya, namun permintaan konsumen setiap tahunnya terus meningkat, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Maka tak heran, bila dimasa yang akan datang akan menjadi komoditas unggulan seperti jenis-jenis ikan lainnya. Seperti kerabatnya ikan piranha, ikan ini di negara asalnya termasuk carnivora yakni pemakan daging. Di habitat aslinya di Sungai Amazon sana ikan ini bergerombol dalam jumlah yang kecil dan mencari mangsa ikan kecil, katak, siput atau udang. Dengan gigi–giginya yang tajam, ikan ini merupakan predator sejati. Budidaya pembesaran bisa dilakukan pada media jaring terapung, kolam tanah, bak tembok dan kolam air deras. Pada media jaring terapung sesungguhnya tidak dianjurkan disamping ikan bawal tawar bisa merusak jaring juga ketika ikan bawal tawar lepas dari jaring akan menjadi predator terhadap ikan-ikan lain.
Kendala dalam budidaya ikan bawal:
Kendala di pembibitan adalah tingkat kematian mencapai 10-20% dari mulai telur menetas hingga bibit ukuran korek.
Kendala yang menjadi momok di usaha pembesaran bawal adalah serangan penyakit white spot (bintik putih) karena virus atau bakteri yang sering datang saat musim hujan yang dapat ditangani dengan memberikan garam dalam kolam.
Ikan bawal tawar yang dipelihara di kolam cenderung pasif dan enggan atau tidak mau berpijah. Ikan bawal tawar tidak sanggup melakukan ovulasi karena perkembangan gonada (kelamin) terhenti saat memasuki fase istirahat (fase dormant), sedangkan induk ikan bawal tawar aktif berpijah saat banjir dan aliran sungai meluap menggenangi daerah inundasi pinggiran sungai seperti yang terjadi di kawasan Amerika Latin pada bulan Juni–Juli. Pemijahan ikan bawal tawar di kolam hanya dapat dilakukan dengan cara hypofisasi atau rangsangan hormon (induce spawning) menggunakan ekstrak kelenjar hypofisa, ovaprin atau LHRH-a. Selanjutnya induk yang telah dirangsang dipijahkan secara alami ataupun dilakukan stripping atau ovulasi buatan.
Peranan pemerintah dalam menanggulangi kendala tersebut:
Monitoring pemantauan kesehatan ikan dan lingkungan yang bertujuan untuk mengetahui kondisi keragaan kualitas lingkungan perairan dan juga distribusi penyebaran penyakit
Melakukan sosialisasi penanggulangan penyakit ikan baik berupa aspek teknis maupun aspek non teknis. Aspek teknisnya melalui salah satu UPT dilingkup KKP melalui Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan melakukan monitoring rutin untuk melakukan berbagai sosialisasi tentang penanganan penyakit ikan, penggunaan obat-obatan yang sesuai dengan penerapan CBIB dan juga untuk mendapatkan data status kondisi penyebaran penyakit ikan dan lingkungan yang ada
Penyakit dalam menghambat pertumbuhan ikan bawal antara lain:
Penyakit yang sering menyerang adalah white spot dan beberapa virus lain serta bakteri.
Jaring yang kotor akibat penempelan lumpur atau biota penempel seperti berbagi jenis kerang, teritip dan tumbuh-tumbuhan dapat menghambat sirkulasi air, pertukaran air dan oksigen. Kalau dibiarkan hal ini dapat menimbulkan penyakit dan menghambat pertumbuhan bawal bintang
Usaha budidaya yang intensif berarti tingkat padat penebaran pada kolam pemeliharaan cukup tinggi. Hal ini menyebabkan kualitas air media pemeliharaan akan cepat turun karena banyaknya limbah yang dihasilkan dan organisme yang dibudidayakan dari asal pakan yang tidak termanfaatkan. Penurunan kualitas air akan memacu pertumbuhan dari organisme patogen yang merugikan dan juga akan menghambat pertumbuhan ikan bawal tawar sehingga akan menurunkan jumlah produksi.
sumber : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id
Jika dibandingkan dengan lele yang langsung menjadi populer sejak pertama kalinya di Indonesia, ikan bawal tawar membutuhkan waktu lama untuk dikenal masyarakat Indonesia. Meskipun butuh waktu lama, kepopuleran ikan bawal tawar terus menunjukkan trend peningkatan dari waktu ke waktu. Sejak awal tahun 2000, ikan bawal tawar menjadi salah satu andalan pembudidaya Karamba Jaring Apung (KJA) di berbagai Waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur.
Ikan bawal tawar merupakan ikan budidaya yang masih cukup baru diperkenalkan di industri perikanan tanah air, namun karena hasil penyebarannya mendapat respon dari para pembudidaya ikan, jumlahnya konsumsi ikan bawal tawar semakin hari semakin meningkat. Ikan bawal tawar memiliki rasa daging yang gurih dan enak, meski cukup banyak duri pada dagingnya. Bahkan beberapa petani ikan yang sebelumnya memelihara ikan mas beralih memelihara ikan bawal tawar, karena potensi ekonomi yang lebih menguntungkan. Melambungnya harga pakan ikan akhir-akhir ini menjadi salah satu alasan mengapa mereka beralih ke budidaya ikan bawal tawar karena ikan bawal tawar makannya mudah, pemakan segala (omnivora).
Pasar ikan konsumsi bawal air tawar masih membidik konsumen lokal (dalam negeri) khususnya di kota-kota besar. Pasar lokal (dalam negeri) yang mendominasi permintaan bawal air tawar terbanyak saat ini yaitu Depok, Bekasi, Tangerang, Bogor, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang diperkirakan angkanya mencapai jutaan ekor per musim. Contohnya pembudidaya atau pedagang perantara dari Waduk Cirata (Cianjur) atau Jatiluhur (Purwakarta) mendistribusikan ke TPI Muara Bari dan Muara Angke yang selain menampung ikan hasil tangkapan juga menerima ikan bawal tawar. Selain pasar di Jakarta, mereka juga mengirimkan ke Pasar Turi (Surabaya), Pasar Kobong (Semarang), Lahat (Sumsel), Bandung, Lampung, Bogor dan Cirebon. Bahkan permintaan ikan bawal tawar sudah merambah ke mancanegara. Permintaan terbesar selama ini berasal dari Hong Kong dan Amerika Serikat dengan jumlah mencapai puluhan juta ekor tetapi Indonesia baru bisa memasok 10%-nya. Contohnya ikan hasil budidaya di Cirata juga diekspor ke Johor Baru (Malaysia).
Sentra budidaya ikan bawal tawar terbesar di Jawa Barat (Bogor, Sukabumi, Bandung dan sebagian daerah Priangan lainnya) yang dikenal sebagai penghasil ikan air tawar budidaya terbesar di Indonesia. Selain Di Jawa Barat ditemui antara lain di Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan bahkan sampai ke Bali. Pembudidayaan kolam air tergenang (KAT) untuk daerah Jawa Barat, sentra pembudidayaannya terdapat di Parung, Bogor, Cianjur, Sukabumi, Subang dan Tasikmalaya. Sementara budidaya di KJA banyak dilakukan di perairan waduk terutama Cirata, Saguling dan Jatiluhur.
Di kalangan penggemar ikan hias, bawal air tawar juga menjadi daya tarik tersendiri untuk dipajang di akuarium dan kolam taman terutama saat masih benih. Dan sejarah masuknya ikan bawal tawar ini bermula diimpor sebagai ikan hias yang awalnya dikhawatirkan oleh beberapa ahli karena ternyata ikan bawal tawar masih satu famili dengan ikan piranha yang berbahaya dan dikhawatirkan kalau sampai lepas ke perairan umum. Sebagai ikan hias, bawal air tawar tergolong banyak diminati karena sosoknya yang unik dan bentuknya pipih, gerakannya indah dan semburat warna merah di sisi perutnya.
Secara teori, usaha pembesaran ikan bawal tawar juga tergolong jenis ikan yang tidak sulit untuk dibudidayakan. Tingkat kelangsungan hidup (SR) bawal air tawar cukup tinggi, sekitar 90%. Bahkan, ikan bawal tawar ini mampu bertahan hidup dalam kolam yang tingkat kepadatannya tinggi. Makannya pun tidak rewel sebab hewan berjenis omnivora ini memiliki nafsu makan yang sangat besar. Ikan bawal tawar saat ini banyak dipilih pembudidaya sebagai produk unggulan. Hal ini karena selain bernilai ekonomis sebagai ikan hias, ikan bawal tawar (Colossoma macropomum Cuvier) juga menjadi hidangan yang sering dicari di meja makan. Bahkan permintaan yang besar dari produk ini tak hanya datang dari dalam negeri melainkan juga dari luar negeri. Hanya saja belum terdapat data yang pasti berapa total permintaan komoditas yang satu ini.
Fenomena perkembangan ikan bawal tawar membuktikan bahwa walaupun termasuk jenis ikan pendatang, bawal air tawar sudah mendapat tempat di hati masyarakat, baik pembenih, pembudidaya sebagai produsen ataupun konsumen untuk kebutuhan konsumsi maupun ikan hias untuk pajangan di akuarium dan kolam taman di halaman rumah. Dengan fenomena tersebut, tampak bahwa pasar ikan bawal tawar sudah memiliki karakteristik tersendiri. Hal ini sangat menguntungkan bagai para pemula yang berniat memulai usaha sebab pasarnya yang sudah terbentuk lebih prospektif dibanding ikan air tawar lainnya karena perputarannya bagus, cepat dan simpel. Permintaan ikan bawal tawar konsumsi umumnya datang dari pelaku usaha rumah makan atau restoran yang menyajikan menu utama bawal bakar atau bawal goreng.
Permasalahan utama yang dihadapi pembudidaya yaitu modal, teknologi, pakan dan pemasaran merupakan masalah mendasar yang membutuhkan peran KKP.
Modal, sebenarnya sudah ada program dari pemerintah yaitu PUMP (Pengembangan Usaha Mina Pedesaan), Paket Wirausaha Perikanan, Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit bantuan lainnya serta bantuan-bantuan sarana produksi perikanan (saprokan).
Teknologi, pemerintah melalui dinas kelautan dan perikanan, telah menyediakan tenaga-tenaga penyuluh untuk membantu masalah teknologi bagi para pembudidaya ikan. Dan perlu diketahui bahwa ikan bawal tawar ini teknologinya sangat mudah.
Pakan, pemerintah telah memberikan bantuan mesin pembuat pakan ikan mandiri pakan mandiri yang dikelola oleh pokdakan.
Pemasaran:
memberikan informasi pasar sehingga para pembudidaya ikan tidak sulit mencari pasar.
menciptakan iklim pemasaran yang kondusif bagi para pembudidaya yang berpihak kepada pembudidaya, seperti penetapan harga dasar komoditi ikan yang lebih rasional dengan harga pasar yang berlaku di daerah.
Pencapaian target produksi 2011 masih diarahkan pada 10 komoditas unggulan budidaya antara lain rumput laut, udang, kakap, kerapu, bandeng, mas, nila, patin, lele dan gurami. Bukan berarti di luar 10 komoditas tadi tidak penting, termasuk ikan bawal tawar ini. Penyebarannya dilaporkan belum terlalu luas dan masih ada kekhawatiran di beberapa daerah dengan kelestarian ikan-ikan lokal. Pengembangan komoditas unggulan sangatlah penting, dengan menggali komoditas unggulan spesifik suatu daerah yang harus bernilai ekonomis tinggi, tersedianya teknologi, besarnya permintaan pasar dan dapat dikembangkan secara massal. KKP akan memacu produksi perikanan budidaya melalui tiga target pembangunan. Pertama, seluruh potensi perikanan budi daya menjadi kawasan minapolitan dengan usaha yang bankable. Kedua, seluruh sentra produksi perikanan budi daya memiliki komoditas unggulan yang menerapkan teknologi inovatif dengan kemasan dan mutu yang terjamin. Ketiga, sarana dan prasarana perikanan budi daya mampu memenuhi kebutuhan serta diproduksi dalam negeri dan dibangun secara terintegrasi.
Walaupun ketenaran ikan bawal tawar belum dapat disejajarkan dengan komoditas perikanan lainnya, namun permintaan konsumen setiap tahunnya terus meningkat, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Maka tak heran, bila dimasa yang akan datang akan menjadi komoditas unggulan seperti jenis-jenis ikan lainnya. Seperti kerabatnya ikan piranha, ikan ini di negara asalnya termasuk carnivora yakni pemakan daging. Di habitat aslinya di Sungai Amazon sana ikan ini bergerombol dalam jumlah yang kecil dan mencari mangsa ikan kecil, katak, siput atau udang. Dengan gigi–giginya yang tajam, ikan ini merupakan predator sejati. Budidaya pembesaran bisa dilakukan pada media jaring terapung, kolam tanah, bak tembok dan kolam air deras. Pada media jaring terapung sesungguhnya tidak dianjurkan disamping ikan bawal tawar bisa merusak jaring juga ketika ikan bawal tawar lepas dari jaring akan menjadi predator terhadap ikan-ikan lain.
Kendala dalam budidaya ikan bawal:
Kendala di pembibitan adalah tingkat kematian mencapai 10-20% dari mulai telur menetas hingga bibit ukuran korek.
Kendala yang menjadi momok di usaha pembesaran bawal adalah serangan penyakit white spot (bintik putih) karena virus atau bakteri yang sering datang saat musim hujan yang dapat ditangani dengan memberikan garam dalam kolam.
Ikan bawal tawar yang dipelihara di kolam cenderung pasif dan enggan atau tidak mau berpijah. Ikan bawal tawar tidak sanggup melakukan ovulasi karena perkembangan gonada (kelamin) terhenti saat memasuki fase istirahat (fase dormant), sedangkan induk ikan bawal tawar aktif berpijah saat banjir dan aliran sungai meluap menggenangi daerah inundasi pinggiran sungai seperti yang terjadi di kawasan Amerika Latin pada bulan Juni–Juli. Pemijahan ikan bawal tawar di kolam hanya dapat dilakukan dengan cara hypofisasi atau rangsangan hormon (induce spawning) menggunakan ekstrak kelenjar hypofisa, ovaprin atau LHRH-a. Selanjutnya induk yang telah dirangsang dipijahkan secara alami ataupun dilakukan stripping atau ovulasi buatan.
Peranan pemerintah dalam menanggulangi kendala tersebut:
Monitoring pemantauan kesehatan ikan dan lingkungan yang bertujuan untuk mengetahui kondisi keragaan kualitas lingkungan perairan dan juga distribusi penyebaran penyakit
Melakukan sosialisasi penanggulangan penyakit ikan baik berupa aspek teknis maupun aspek non teknis. Aspek teknisnya melalui salah satu UPT dilingkup KKP melalui Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan melakukan monitoring rutin untuk melakukan berbagai sosialisasi tentang penanganan penyakit ikan, penggunaan obat-obatan yang sesuai dengan penerapan CBIB dan juga untuk mendapatkan data status kondisi penyebaran penyakit ikan dan lingkungan yang ada
Penyakit dalam menghambat pertumbuhan ikan bawal antara lain:
Penyakit yang sering menyerang adalah white spot dan beberapa virus lain serta bakteri.
Jaring yang kotor akibat penempelan lumpur atau biota penempel seperti berbagi jenis kerang, teritip dan tumbuh-tumbuhan dapat menghambat sirkulasi air, pertukaran air dan oksigen. Kalau dibiarkan hal ini dapat menimbulkan penyakit dan menghambat pertumbuhan bawal bintang
Usaha budidaya yang intensif berarti tingkat padat penebaran pada kolam pemeliharaan cukup tinggi. Hal ini menyebabkan kualitas air media pemeliharaan akan cepat turun karena banyaknya limbah yang dihasilkan dan organisme yang dibudidayakan dari asal pakan yang tidak termanfaatkan. Penurunan kualitas air akan memacu pertumbuhan dari organisme patogen yang merugikan dan juga akan menghambat pertumbuhan ikan bawal tawar sehingga akan menurunkan jumlah produksi.
sumber : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id
Langganan:
Postingan (Atom)